Ringkasan Eksekutif:
Tulisan menarik berikut adalah ringkasan artikel "Will AI Replace Tax Practitioners?" yang ditulis oleh Benjamin Alarie, Rory McCreight, dan Cristina Tucciarone, yang diterbitkan dalam Tax Notes Federal pada Oktober 2023.
Transformasi Lanskap Hukum Pajak
Artikel ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang menghantui banyak profesional di era digital: Apakah praktisi pajak pada akhirnya akan tersingkir oleh revolusi kecerdasan buatan (AI)? Para penulis mengakui bahwa kemampuan AI untuk mempercepat tugas-tugas inti profesional pajak tidak dapat disangkal, yang berpotensi mendorong peran tradisional menuju keusangan. Namun, tesis utama dari artikel ini bukanlah tentang penggantian total, melainkan evolusi. Para penulis berargumen bahwa nilai intrinsik manusia—seperti negosiasi, empati, etika, dan kemampuan membuat kesimpulan kompleks—merupakan seni yang belum dapat direplikasi oleh mesin. Kesimpulan utamanya adalah bahwa praktisi pajak tidak akan digantikan oleh AI itu sendiri, melainkan praktisi pajak yang memanfaatkan AI akan menggantikan mereka yang menolak untuk mengadopsinya
Kerentanan Profesi Pajak terhadap AI
Berbeda dengan kemajuan teknologi sebelumnya yang lebih banyak berdampak pada pekerjaan manufaktur atau blue-collar, revolusi AI generatif saat ini secara tidak proporsional mempengaruhi pekerja berpengetahuan (white-collar) yang secara historis dianggap aman. Sebuah laporan dari Goldman Sachs bahkan memperkirakan bahwa AI generatif berpotensi menggantikan peran yang setara dengan 300 juta pekerjaan penuh waktu, dengan 44 persen tugas hukum berisiko diotomatisasi.
Dalam praktiknya, alat AI generatif seperti ChatGPT, Gemini semakin mahir dalam tugas-tugas seperti persiapan pajak, penyusunan dokumen, dan penelitian hukum. Hal ini menciptakan dinamika baru di mana AI dapat meningkatkan efisiensi secara drastis, memungkinkan praktisi yang kurang berpengalaman (junior) untuk melakukan tugas kompleks dengan lebih cepat, yang pada akhirnya "meratakan lapangan permainan" antara pemula dan ahli. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja pemula mendapatkan peningkatan produktivitas terbesar dari penggunaan AI, memungkinkan mereka bekerja pada tingkat yang mendekati rekan mereka yang lebih senior.
Akibatnya, peran tradisional bagi staf junior, seperti penelitian awal dan penyusunan draf dasar, akan dipercepat atau diambil alih oleh mesin. Hal ini memaksa pergeseran peran di mana praktisi pajak masa depan akan berfungsi lebih sebagai manajer proyek "hyper-augmented" yang mengawasi alat AI daripada melakukan tugas-tugas administratif manual. Fokus profesi akan beralih dari penguasaan materi hafalan menuju perpaduan antara keahlian teknis dan pemahaman yang berpusat pada manusia.
Akses Keadilan dan Perubahan Model Bisnis
AI memiliki potensi besar untuk mengubah struktur bisnis firma layanan profesional. Firma kecil dapat memanfaatkan AI untuk memberikan tingkat layanan yang setara dengan firma besar namun dengan efisiensi yang lebih tinggi dan biaya overhead yang lebih rendah. Hal ini menantang struktur penagihan berbasis waktu (billable hours) yang tradisional, karena model efisiensi AI bertentangan dengan sistem yang memberi penghargaan pada lamanya waktu kerja. Firma yang gesit mungkin akan beralih ke strategi penetapan harga alternatif, seperti biaya tetap, untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Selain itu, AI berpotensi mengatasi hambatan akses keadilan. Saat ini, sebagian besar masalah hukum perdata yang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah di Amerika Serikat tidak tertangani dengan baik karena para ahli hukum cenderung melayani demografi yang lebih kaya. Kemampuan model bahasa canggih untuk lulus ujian sekolah hukum menunjukkan bahwa di masa depan, klien mungkin lebih memilih kecepatan dan efektivitas biaya AI dibandingkan nasihat manusia tradisional untuk masalah-masalah tertentu.
Perlombaan Penggunaan AI dengan Otoritas Pajak
Aspek penting lainnya adalah penggunaan AI oleh otoritas pajak. IRS (Internal Revenue Service) di Amerika Serikat telah memanfaatkan analitik data canggih untuk mendeteksi penghindaran pajak. Evolusi teknologi di sisi regulator ini akan memicu "perlombaan senjata", di mana firma layanan profesional harus mengadopsi alat canggih serupa untuk menyelaraskan diri dengan regulator. Dengan menggunakan alat yang setara dengan yang digunakan IRS, firma dapat memahami metode operasional otoritas pajak dan memberikan nasihat yang lebih tepat kepada klien. Firma-firma besar mungkin akan berlomba dalam inovasi untuk mengungguli otoritas pajak dalam adopsi AI, yang pada akhirnya mendefinisikan ulang peran profesi pajak.
Keterbatasan AI dan Keunggulan Manusia
Meskipun AI unggul dalam efisiensi, artikel ini menegaskan bahwa penggantian total manusia masih bersifat spekulatif karena adanya keterbatasan mendasar pada teknologi saat ini. AI bekerja sangat baik dalam tugas-tugas dengan batasan yang jelas dan aturan yang konsisten, seperti menghitung kewajiban pajak atau memeriksa transaksi keuangan. Namun, AI sering goyah ketika dihadapkan pada situasi pajak yang ambigu atau baru, seperti mengembangkan skema penghindaran pajak yang agresif atau menavigasi undang-undang yang belum memiliki preseden data historis.
Praktisi pajak manusia memiliki kemampuan unik untuk menghubungkan ketentuan pajak yang berbeda dan menafsirkan implikasi dari faktor-faktor yang tampaknya tidak berhubungan. Manusia dapat memprediksi pergeseran regulasi dengan menempatkan data dalam konteks bisnis, ekonomi, dan geopolitik yang lebih luas—sesuatu yang sulit dilakukan AI yang bergantung pada data masa lalu. Perencanaan pajak menuntut keseimbangan antara meminimalkan kewajiban pajak, mematuhi etika, dan memastikan kepatuhan, sebuah seni yang membutuhkan penilaian manusia.
Sentuhan Manusia: Empati dan Kepercayaan
Keunggulan komparatif terbesar praktisi pajak terletak pada interaksi klien. Pajak sering kali bersinggungan dengan aspek kehidupan klien yang sangat pribadi dan emosional, seperti perceraian, warisan, atau tantangan bisnis. Dalam skenario ini, praktisi pajak tidak hanya bertindak sebagai penasihat teknis tetapi juga sebagai pendengar yang empatik. Kemampuan untuk menyederhanakan konsep pajak yang rumit dan menyesuaikan penjelasan dengan isyarat verbal maupun nonverbal klien adalah keterampilan komunikasi yang belum dapat ditiru oleh mesin.
Selain itu, hubungan praktisi-klien didasarkan pada kepercayaan dan akuntabilitas. Klien membutuhkan jaminan pengawasan manusia, terutama karena alat AI seperti ChatGPT, Gemini terkadang dapat mengalami "halusinasi" atau menghasilkan informasi yang terdengar masuk akal tetapi tidak akurat, bahkan mengutip kasus hukum palsu. Pada akhirnya, profesional pajaklah yang harus bertanggung jawab jika terjadi perbedaan atau kesalahan informasi, bukan mesin.
Kekhawatiran Etika dan Kesenjangan Digital
Meskipun ada optimisme tentang akses keadilan, para penulis juga menyoroti risiko bahwa AI dapat memperburuk ketidaksetaraan. Kesenjangan digital berarti bahwa individu tanpa akses teknologi atau keterampilan digital yang memadai akan tetap dirugikan. Banyak alat pajak berbasis AI yang canggih harganya mahal, sehingga organisasi bantuan hukum yang melayani kelompok terpinggirkan mungkin tidak mampu membelinya.
Lebih jauh lagi, alat AI sering kali beroperasi sebagai "kotak hitam" (black boxes) yang tidak transparan, sehingga sulit bagi wajib pajak untuk memahami atau menentang keputusan yang dihasilkan oleh algoritma. Ada juga bahaya bias yang tertanam dalam data pelatihan. Misalnya, komunitas terpinggirkan mungkin menghadapi pola audit yang tidak adil atau nasihat yang salah karena bias historis dalam data perpajakan, seperti yang terjadi pada klaim Earned Income Tax Credit (EITC) yang sering menjadi sasaran audit meskipun tingkat penipuan yang rendah dibandingkan kelompok yang lebih kaya. Jika pengembangan AI hanya didorong oleh motif keuntungan, kebutuhan kelompok terpinggirkan mungkin akan dikesampingkan.
Masa Depan Hukum Pajak: Belajar dari Sejarah
Untuk memberikan perspektif masa depan, artikel ini menggunakan analogi sejarah tentang pengenalan VisiCalc (spreadsheet digital pertama) pada akhir tahun 1970-an. Saat itu, akuntan khawatir bahwa otomatisasi perhitungan manual akan membuat pekerjaan mereka usang. Namun, yang terjadi justru sebaliknya; profesi akuntansi berkembang pesat. Otomatisasi memungkinkan akuntan untuk beralih dari tugas menghitung yang membosankan ke analisis skenario dan peramalan yang dinamis, menjadikan mereka penasihat bisnis yang lebih berharga.
Demikian pula, AI menjanjikan transformasi bagi praktisi pajak saat ini. AI tidak akanm menggantikan praktisi secara langsung, melainkan akan meningkatkan dan mendiversifikasi peran mereka. Dengan membiarkan AI menangani penelitian transaksional yang berat, praktisi dapat memberikan wawasan yang lebih cepat dan efektif. Masa depan profesi pajak akan melihat praktisi berperan ganda: sebagai pengguna yang terinformasi dan sebagai "arsitek" yang berwawasan luas, yang membantu mengembangkan dan menyempurnakan alat AI serta memandu kerangka kerja legislatif untuk memastikan alat tersebut mematuhi standar etika.
Sebagai penutup, artikel ini menegaskan bahwa lintasan profesi pajak sedang dibentuk ulang oleh kemajuan AI, namun narasinya adalah tentang sinergi, bukan penggantian. AI meningkatkan akurasi, efisiensi, dan pandangan jauh ke depan, sementara kebutuhan akan interpretasi hukum yang bernuansa, hubungan klien yang personal, dan pertimbangan etis memastikan relevansi manusia yang berkelanjutan. Transformasi ini tidak terelakkan, dan praktisi pajak masa depan adalah mereka yang merangkul perbatasan baru ini, memanfaatkan AI untuk memberikan solusi yang lebih holistik dan mendalam bagi klien mereka
.
Keypoints
Untuk menyederhanakan dinamika ini, hubungan antara AI dan praktisi pajak dapat diibaratkan seperti hubungan antara autopilot pesawat terbang dan pilot manusia. Meskipun autopilot (AI) dapat menangani sebagian besar penerbangan rutin, mengelola data navigasi yang kompleks, dan menjaga pesawat tetap stabil dengan efisiensi yang jauh melebihi manusia, kehadiran pilot (praktisi pajak) tetap mutlak diperlukan. Pilot dibutuhkan untuk membuat keputusan kritis saat menghadapi badai yang tidak terduga, berkomunikasi dengan menara kontrol (klien/regulator) dengan nuansa yang tepat, dan mengambil alih kendali manual ketika sistem mengalami kesalahan, memastikan keselamatan dan kepercayaan penumpang. AI membuat penerbangan lebih aman dan efisien, tetapi tidak menghilangkan kebutuhan akan kapten di kokpit.