Sengketa terkait penentuan karakteristik kegiatan usaha dan penerapan PPh Pasal 4 ayat (2) Final kembali menjadi isu penting dalam perkara banding yang diajukan oleh PT GTI atas koreksi PPh Final Masa Pajak Februari 2019. Pokok perkara berawal ketika DJP melakukan koreksi positif atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp152.241.327.630,00, yang menurut DJP merupakan penghasilan dari kegiatan pembuatan jack-up rig sehingga wajib dikenai PPh Final atas jasa konstruksi. Koreksi tersebut memicu perdebatan mengenai apakah aktivitas pembuatan jack-up rig benar merupakan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan jasa konstruksi.
Dalam proses pemeriksaan, DJP berpendapat bahwa dokumen ekspor (PEB) dan data produksi menunjukkan adanya kegiatan konstruksi yang menghasilkan penghasilan bagi PT GTI. Namun, DJP juga mengakui bahwa sebagian besar dokumen pendukung — seperti invoice vendor independen, rincian biaya, dan dokumen lain yang diminta pemeriksa — tidak tersedia. Kekurangan dokumentasi ini kemudian dijadikan dasar untuk mempertahankan koreksi, dengan anggapan bahwa nilai dalam PEB merupakan nilai transaksi yang mencerminkan penghasilan PT GTI.
PT GTI menolak tegas koreksi tersebut. Menurut PT GTI, jack-up rig merupakan jenis kapal industri yang pembuatannya tunduk pada rezim manufaktur, bukan jasa konstruksi. PT GTI menegaskan bahwa karakteristik jack-up rig, termasuk sifatnya yang berpindah dan tidak permanen, menegasikan definisi “bangunan konstruksi” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi. Selain itu, PT GTI menyampaikan bahwa nilai dalam PEB tidak seluruhnya menggambarkan penghasilan, karena terdapat elemen nilai barang yang tidak mencerminkan jasa atau aktivitas kena pajak sebagaimana dipahami DJP. PT GTI juga menyatakan telah memberikan dokumen yang relevan, dan DJP tidak memiliki bukti kuat untuk mengalihkan seluruh nilai tersebut sebagai dasar pengenaan pajak final.
Dalam pemeriksaannya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa DJP tidak mampu membuktikan bahwa nilai Rp152.241.327.630,00 merupakan penghasilan yang benar-benar diperoleh PT GTI. Majelis juga menilai bahwa dasar hukum yang digunakan DJP mengenai jasa konstruksi tidak tepat, karena pembuatan jack-up rig tidak memenuhi unsur pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, beban pembuktian yang seharusnya dipenuhi oleh DJP dianggap tidak terpenuhi.
Dengan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim mengabulkan seluruh permohonan banding PT GTI dan menyatakan koreksi DJP atas PPh Final Pasal 4 ayat (2) tidak benar, sehingga nilai koreksi Rp152.241.327.630,00 dibatalkan sepenuhnya.
Putusan ini menegaskan pentingnya dokumentasi pembuktian dalam sengketa pajak final serta memberikan penegasan bahwa karakterisasi kegiatan konstruksi tidak semata ditentukan oleh sifat fisik objek, tetapi oleh cara peraturan mendefinisikan ruang lingkup pekerjaan konstruksi.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini