Sengketa Pajak Penghasilan PPh Badan Tahun Pajak 2017 antara PT PM dan DJP berpusat pada isu fundamental penilaian transaksi non-kas: konversi piutang menjadi penyertaan saham. Dalam putusan ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak secara mutlak Mengabulkan Seluruhnya permohonan banding Wajib Pajak. Kemenangan ini menegaskan bahwa penggunaan harga prospektus Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) adalah sah sebagai nilai pasar, terutama ketika transaksi terjadi antara pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa.
Isu utama sengketa ini bermula ketika PT PM, yang bergerak di bidang alat berat tower crane dan passenger hoist, mengalihkan piutangnya kepada PT PP (Persero) Tbk menjadi investasi berupa saham PT PP Presisi Tbk (PPRE)—entitas yang akan melakukan IPO. Berdasarkan Addendum Kesepakatan Bersama tanggal 8 November 2017, piutang PT PM dikonversikan menjadi 5.135.700 lembar saham PPRE dengan nilai per lembar saham Rp430, yaitu harga penawaran dalam Prospektus IPO PPRE.
DJP melakukan koreksi, berpendapat bahwa nilai konversi Rp430 tersebut terlalu tinggi. DJP merujuk data harga pasar saham PPRE di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 24-30 November 2017, yang berkisar antara Rp410 hingga Rp382. Dengan demikian, DJP menilai PT PM seharusnya mencatat kerugian atas selisih antara nilai konversi (Rp430) dan harga pasar yang lebih rendah pada akhir bulan tersebut. Selain itu, DJP juga melakukan koreksi Penyesuaian Fiskal Positif atas Penyusutan Tower Crane (karena perbedaan masa manfaat) dan Biaya Perjalanan Dinas (yang dianggap tidak memenuhi prinsip 3M: Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara penghasilan).
Majelis Hakim meninjau sengketa ini secara komprehensif dan memberikan penekanan pada substansi dan waktu transaksi. Majelis menegaskan bahwa PT PM dan PT PP (Persero) Tbk adalah mitra kerja dan tidak terdapat hubungan istimewa di antara mereka. Majelis berpendapat bahwa nilai konversi yang disepakati sebesar Rp430 per lembar telah didukung oleh dokumen Prospektus Penawaran Umum Perdana Saham PPRE yang diterbitkan pada 30 November 2017, di mana harga penawaran saham kepada masyarakat ditetapkan sebesar Rp430. Majelis memutuskan bahwa nilai konversi tersebut telah menggunakan nilai pasar dan sudah sesuai dengan prinsip yang diatur dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang PPh.
Selaras dengan pembatalan koreksi utama, Majelis juga membatalkan seluruh koreksi minor lainnya. PT PM berhasil meyakinkan Majelis bahwa pemilihan kelompok masa manfaat untuk aset tower crane telah sesuai dengan peraturan penyusutan fiskal yang berlaku. Demikian pula, biaya perjalanan dinas terbukti sah dan terkait langsung dengan upaya 3M perusahaan, yang diperkuat dengan bukti-bukti pertanggungjawaban yang memadai. Dengan pembatalan seluruh koreksi ini, Majelis mengabulkan permohonan banding Wajib Pajak seluruhnya.
Putusan PT PM ini memberikan insight penting: harga prospektus IPO dapat menjadi tolok ukur nilai pasar yang kuat dan valid dalam transaksi konversi piutang yang melibatkan pihak tidak berelasi. Keputusan ini secara tegas menggarisbawahi bahwa koreksi DJP harus didasarkan pada kondisi saat terjadinya perbuatan hukum dan tidak dapat hanya didasarkan pada perbandingan harga saham setelah periode penawaran. Lebih dari itu, kemenangan total ini menegaskan bahwa ketika Wajib Pajak dapat menyajikan pembuktian yang kuat dan terperinci untuk setiap pos sengketa (baik isu nilai pasar konversi, masa manfaat aset, maupun justifikasi biaya 3M), Majelis akan mengutamakan substansi pembuktian tersebut, membatalkan seluruh penetapan yang tidak berdasar.
Analisa komprehensif dan putusan lengkap atas sengketa ini tersedia di sini