Sengketa timing pelaporan PPN kembali terjadi dalam lanskap litigasi pajak Indonesia. PT HKR menghadapi koreksi DPP PPN Masa Pajak Oktober 2017 akibat prosedur ekualisasi data bukti potong PPh Pasal 23. Meskipun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bersikukuh PPN terutang di Oktober, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan banding PT HKR karena PPN terbukti telah dilaporkan di Masa Desember 2017.
Kasus ini bermula ketika DJP menerbitkan SKPKB PPN Masa Oktober 2017 terhadap PT HKR. Pokok sengketa material tunggal adalah koreksi DPP PPN sebesar Rp. 892.858,00. Koreksi ini didasarkan pada temuan DJP atas bukti potong PPh Pasal 23 Nomor 00010/X/XVII/23-26/F/501 yang diterbitkan oleh PT FIF tertanggal 31 Oktober 2017.
Argumen DJP berpijak pada Pasal 13 ayat (1a) UU PPN, yang mengharuskan Faktur Pajak dibuat saat penyerahan JKP atau saat pembayaran diterima. Bagi DJP, bukti potong PPh 23 tertanggal 31 Oktober 2017 adalah bukti kuat bahwa pembayaran telah dilakukan pada bulan tersebut, sehingga PPN seharusnya dipungut dan dilaporkan di Masa Oktober 2017. Terlebih, PT HKR tidak dapat menunjukkan dokumen underlying yang kuat akibat kelemahan administrasi pembukuan.
Di sisi lain, PT HKR tidak membantah adanya transaksi tersebut. Bantahan utama mereka berfokus pada fakta bahwa PPN telah dipungut, namun dilaporkan pada masa yang berbeda. PT HKR menjelaskan bahwa bukti potong PPh 23 dari PT FIF tersebut (yang menjadi dasar informasi DPP) baru mereka terima setelah Masa Oktober berakhir. Akibat keterlambatan administratif ini, PT HKR baru dapat menerbitkan Faktur Pajak (No. 011.019-17.67991102) pada 18 Desember 2017 dan melaporkannya secara patuh di SPT Masa PPN Desember 2017.
Majelis Hakim mengambil sikap yang berfokus pada pembuktian material (Pasal 78 UU Pengadilan Pajak). Majelis Hakim menemukan fakta hukum (facts finding) bahwa PT HKR telah membuktikan penerbitan Faktur Pajak dan pelaporannya di SPT Masa Desember 2017.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai bahwa karena PPN atas DPP yang disengketakan telah dipungut dan dilaporkan oleh PT HKR, koreksi DJP di Masa Pajak Oktober 2017 menjadi tidak tepat. Majelis berkeyakinan tidak ada pajak yang hilang, melainkan hanya pergeseran masa. Atas dasar keyakinan tersebut, Majelis Hakim memutuskan Mengabulkan Seluruhnya banding PT HKR. Putusan ini menegaskan pentingnya pembuktian di persidangan, meskipun secara formal argumen timing fiskus memiliki dasar yang kuat.
Analisa komprehensif dan putusan lengkap atas sengketa ini tersedia di sini