Pemerintah secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan sebagai landasan hukum reformasi pelaporan dan kepatuhan. Melalui PP tersebut, Pemerintah menetapkan sistem pelaporan keuangan satu pintu menjadi sebuah tonggak penting implementasi program cooperative compliance. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melihat sistem tersebut terwujud melalui pengembangan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK) atau single window. PBPK adalah sistem elektronik penyampaian laporan keuangan secara tunggal, nantinya pihak wajib pelapor menyampaikan laporan keuangannya melalui sistem baru tersebut.
PBPK akan menciptakan keseragaman dengan menekan diskrepansi dalam pelaporan keuangan. Pengembangan PBPK dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan DJP berdasarkan asas stabilitas dan pengembangan sektor keuangan. PP 43/2023 dan sistem PBPK akan menciptakan kepastian hukum dan kesetaraan data. Dengan demikian, laporan keuangan yang sudah disampaikan oleh pelapor melalui PBPK merupakan laporan keuangan yang sah, mengikat, serta dapat digunakan oleh kementerian/lembaga dan otoritas sektor keuangan selaku pengguna laporan keuangan.
Secara terperinci, laporan keuangan dalam PBPK bakal menjadi sumber informasi terpusat bagi pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan investasi. Data dalam PBPK juga bakal menjadi sumber pembanding bila terdapat perbedaan dalam laporan keuangan yang beredar di kalangan pengguna laporan. Di sisi lain, PP 43/2025 juga mengatur pembentukan Komite Standar Laporan Keuangan guna melakukan standardisasi laporan keuangan semua entitas. Komite tersebut merupakan lembaga independen, bertanggung jawab langsung kepada Presiden, melaksanakan mandat menyusun dan menetapkan standar laporan keuangan. PP 43/2025 memberikan 5 fungsi utama kepada komite standar, termasuk merumuskan dan menetapkan kebijakan strategis dalam penyusunan dan penetapan standar laporan. Pemerintah melihat langkah kebijakan standardisasi menjamin konsistensi laporan keuangan antar-entitas pelapor, meningkatkan kredibilitas data keuangan sektor swasta.
Dalam konteks ini, Pelapor yang wajib menyajikan laporan keuangan terdiri atas dua golongan utama. Golongan pertama meliputi pelaku usaha sektor keuangan, yaitu lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan. Termasuk dalam golongan ini juga perusahaan pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi. Pelapor sektor keuangan lain seperti pelaku usaha infrastruktur pasar keuangan, pelaku usaha di sistem pembayaran, dan lembaga pendukung sektor keuangan (baik konvensional maupun syariah) juga termasuk kategori ini.
Golongan kedua merupakan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan. Pihak tersebut mencakup entitas yang melakukan pembukuan (berbadan hukum maupun tidak), orang perorangan yang dipersyaratkan menyampaikan laporan keuangan saat berinteraksi, dan/atau orang perorangan yang wajib melakukan pembukuan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Secara lebih spesifik, pihak yang berinteraksi meliputi debitur perbankan, debitur perusahaan atau lembaga pembiayaan, emiten di pasar modal, dan pihak yang berinteraksi bisnis lain. Direktur Jenderal Pajak juga mengharapkan wajib pajak menunjukkan tingkat kepatuhan tinggi melalui pemanfaatan kemudahan layanan baru yang diatur dalam regulasi ini.
Sistem pelaporan PBPK dan Komite Standar ini sangat penting bagi pelaku bisnis karena mereka mengurangi duplikasi laporan dan meningkatkan efisiensi administrasi kepatuhan. Investor memperoleh manfaat signifikan dari data keuangan yang lebih terstandardisasi dan kredibel, mendukung pengambilan keputusan investasi berdasarkan informasi akurat. Bagi Otoritas Perpajakan, sistem terpadu ini menyediakan basis data komprehensif, sangat memudahkan pelaksanaan pengawasan dan penggalian potensi pajak secara presisi. Ketersediaan data akurat tersebut meningkatkan keadilan pemajakan sebab otoritas dapat mengidentifikasi wajib pajak yang melakukan praktik penghindaran secara lebih cepat, memastikan setiap entitas membayar kewajiban pajak sesuai profil ekonomi sebenarnya. Masyarakat umum juga merasakan dampak positif melalui peningkatan transparansi data keuangan perusahaan, sekaligus mendorong terciptanya ekosistem sektor keuangan yang lebih stabil dan terpercaya. Kebijakan ini secara langsung mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak dan pelaku usaha sektor keuangan menjadi lebih tinggi.
Implementasi PP 43/2025, yang mencakup standardisasi laporan melalui Komite Standar dan sistem pelaporan terpadu PBPK, menegaskan Pemerintah serius memperbaiki tata kelola administrasi dan kepatuhan sektor keuangan. Pelaku pasar dan masyarakat harus memahami bahwa integrasi pelaporan dan standardisasi data merupakan fondasi penting menciptakan iklim bisnis yang transparan dan efisien. Pemahaman terhadap dinamika regulasi baru ini memungkinkan investor mengambil keputusan informatif dan pelaku bisnis menjalankan kepatuhan secara efisien, mendukung stabilitas ekonomi jangka panjang.