Pemerintah Indonesia mengambil langkah ganda yang tegas, yaitu fokus pada pengendalian harga domestik dan sekaligus menerapkan strategi kepabeanan-cukai yang non-konvensional. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tipis pada laju inflasi September 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merilis kebijakan ekstrem yang menyasar pengawasan impor dan legalisasi produsen rokok ilegal, menunjukkan upaya intensif pemerintah dalam menstabilkan ekonomi dan mengoptimalkan penerimaan negara.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil keputusan strategis untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2026 guna memberikan kepastian berusaha bagi industri rokok, meskipun target penerimaan bea dan cukai APBN 2026 mencapai Rp336 triliun. Untuk mengamankan target ini tanpa menaikkan tarif, pemerintah merumuskan strategi pengetatan pengamanan penerimaan cukai, yaitu dengan mengoptimalkan penegakan hukum dan memberantas peredaran rokok ilegal secara masif, sekaligus mengembangkan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai one stop service guna menarik produsen ilegal masuk ke jalur kepatuhan.
Di sisi penerimaan pajak domestik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadapi tantangan dengan memproyeksikan penurunan jumlah Wajib Pajak (WP) yang melaporkan SPT Tahunan 2025 menjadi sekitar 14 juta SPT dibandingkan tahun sebelumnya. DJP kini tengah menganalisis penyebab penurunan kepatuhan ini, terutama pada Wajib Pajak Orang Pribadi, sambil terus mempersiapkan sistem Core Tax untuk perbaikan proses pelaporan mendatang. Secara paralel, komitmen Indonesia di panggung global terlihat jelas; negara kita mengambil peran aktif di Konvensi Kerja Sama Pajak Global PBB dengan menyoroti empat isu utama, termasuk upaya pemberantasan penggelapan pajak dan optimalisasi pemungutan pajak ekonomi digital, menunjukkan perjuangan Indonesia untuk keadilan pajak internasional.
Sementara itu, sektor bisnis menghadapi potensi kendala baru dari sisi kepabeanan, di mana kalangan pengusaha menyatakan kekhawatiran terhadap rencana otoritas memperketat pemeriksaan barang di jalur impor. Pengusaha menilai langkah pengetatan ini berpotensi mengganggu kelancaran arus logistik dan meningkatkan biaya, yang pada akhirnya mengancam daya saing produk dalam negeri karena potensi keterlambatan pasokan bahan baku. Oleh karena itu, para pengusaha meminta otoritas pelabuhan dan kepabeanan menyelaraskan pengetatan dengan efisiensi proses impor agar tujuan pengawasan dapat tercapai tanpa merugikan iklim usaha.
Kenaikan inflasi September menuntut Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk mempertahankan kebijakan moneter dan pangan yang berhati-hati agar stabilitas harga tetap terjaga hingga akhir tahun, yang secara langsung memengaruhi daya beli masyarakat. Di sisi lain, keputusan Menteri Keuangan Purbaya untuk memeriksa jalur hijau secara acak menimbulkan kehati-hatian lebih bagi importir, meskipun tujuannya positif untuk penertiban barang ilegal dan perlindungan industri legal. Langkah ekstrem berupa pembangunan kawasan industri khusus dan pemutihan bagi produsen rokok ilegal merupakan insentif unik yang berpotensi besar menambah penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) sekaligus menyelamatkan lapangan kerja di sektor industri kecil, asalkan program transisi legalisasi ini dilaksanakan secara efektif dan adil.
Upaya pemerintah dalam menstabilkan perekonomian kini bergerak di dua sumbu: stabilitas harga melalui pengendalian inflasi dan optimalisasi penerimaan negara melalui penertiban industri. Kebijakan proaktif Menkeu Purbaya untuk melegalkan produsen ilegal dan memperketat pengawasan kepabeanan adalah manuver penting yang harus diperhatikan oleh seluruh pelaku usaha. Pemahaman terhadap dinamika inflasi dan kepatuhan terhadap regulasi baru—baik di sektor cukai maupun impor—akan menjadi penentu utama keberhasilan bisnis di paruh akhir tahun ini.