Dinamika kebijakan ini bertujuan mengamankan target penerimaan negara di tengah tantangan global dan domestik, termasuk upaya peningkatan kerja sama pajak internasional dan penertiban rokok ilegal.
Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil keputusan strategis untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2026 guna memberikan kepastian berusaha bagi industri rokok, meskipun target penerimaan bea dan cukai APBN 2026 mencapai Rp336 triliun. Untuk mengamankan target ini tanpa menaikkan tarif, pemerintah merumuskan strategi pengetatan pengamanan penerimaan cukai, yaitu dengan mengoptimalkan penegakan hukum dan memberantas peredaran rokok ilegal secara masif, sekaligus mengembangkan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai one stop service guna menarik produsen ilegal masuk ke jalur kepatuhan.
Di sisi penerimaan pajak domestik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadapi tantangan dengan memproyeksikan penurunan jumlah Wajib Pajak (WP) yang melaporkan SPT Tahunan 2025 menjadi sekitar 14 juta SPT dibandingkan tahun sebelumnya. DJP kini tengah menganalisis penyebab penurunan kepatuhan ini, terutama pada Wajib Pajak Orang Pribadi, sambil terus mempersiapkan sistem Core Tax untuk perbaikan proses pelaporan mendatang. Secara paralel, komitmen Indonesia di panggung global terlihat jelas; negara kita mengambil peran aktif di Konvensi Kerja Sama Pajak Global PBB dengan menyoroti empat isu utama, termasuk upaya pemberantasan penggelapan pajak dan optimalisasi pemungutan pajak ekonomi digital, menunjukkan perjuangan Indonesia untuk keadilan pajak internasional.
Sementara itu, sektor bisnis menghadapi potensi kendala baru dari sisi kepabeanan, di mana kalangan pengusaha menyatakan kekhawatiran terhadap rencana otoritas memperketat pemeriksaan barang di jalur impor. Pengusaha menilai langkah pengetatan ini berpotensi mengganggu kelancaran arus logistik dan meningkatkan biaya, yang pada akhirnya mengancam daya saing produk dalam negeri karena potensi keterlambatan pasokan bahan baku. Oleh karena itu, para pengusaha meminta otoritas pelabuhan dan kepabeanan menyelaraskan pengetatan dengan efisiensi proses impor agar tujuan pengawasan dapat tercapai tanpa merugikan iklim usaha.
Keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2026 memberi kepastian bagi industri hasil tembakau (IHT) untuk merencanakan produksi dan investasi, serta menjaga stabilitas harga jual di pasar. Namun, target penerimaan sebesar Rp336 triliun sangat bergantung pada efektivitas dan keberhasilan penertiban rokok ilegal. Bagi pelaku usaha yang bergantung pada impor, rencana pengetatan pemeriksaan jalur impor harus diwaspadai karena berpotensi mengganggu rantai pasok dan meningkatkan biaya logistik, yang pada akhirnya mempengaruhi daya saing secara keseluruhan. Sementara itu, penurunan kepatuhan SPT menjadi sinyal bagi DJP untuk merevisi strategi edukasi dan pengawasan, sedangkan sorotan Indonesia di forum pajak PBB menunjukkan komitmen negara dalam menciptakan sistem pajak global yang lebih adil, yang penting bagi bisnis multinasional.
Berbagai kebijakan fiskal dan pengawasan di sektor ekonomi, bisnis, dan pajak saling berkaitan erat, membentuk iklim usaha yang dinamis. Kepastian tarif cukai rokok, strategi baru penerimaan negara melalui pemberantasan ilegal, tantangan penurunan kepatuhan pajak, hingga penyesuaian regulasi impor, semuanya membutuhkan perhatian serius dari pelaku bisnis dan investor. Memahami secara cermat dinamika regulasi dan komitmen pemerintah terhadap perbaikan sistem adalah kunci untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat dan memitigasi risiko di tengah perubahan kondisi pasar dan aturan.