Kemenkeu Dalami Modus Pecah Usaha Guna Hindari Tarif PPh Normal
Kementerian Keuangan akan mendalami dugaan praktik penghindaran pajak melalui modus pecah usaha oleh Wajib Pajak yang bertujuan mempertahankan fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%.
Praktik ini terindikasi dilakukan oleh pelaku usaha dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun yang memecah entitas bisnisnya menjadi beberapa unit lebih kecil agar secara formalitas tetap memenuhi kriteria sebagai subjek pajak UMKM.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa penelusuran akan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan memanfaatkan basis data internal melalui sistem Coretax serta berkoordinasi dengan data administrasi badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). "Coba kita dalami lagi bisa enggak kita deteksi itu dengan database yang ada di Coretax maupun nanti kerja sama dengan database Kumham," ujar Purbaya. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi Wajib Pajak yang seharusnya sudah beralih ke rezim PPh umum.
Meskipun isu ini sebelumnya telah disorot oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Purbaya menegaskan bahwa upaya pendalaman ini merupakan inisiatif baru dan tidak menargetkan hasil signifikan dalam jangka pendek. Di sisi lain, pemerintah memastikan fasilitas PPh final UMKM tetap akan diperpanjang hingga tahun 2029 bagi Wajib Pajak orang pribadi, sesuai dengan komitmen kebijakan yang berlaku.
Menkeu Tegaskan Utang KCIC Jadi Tanggung Jawab Danantara, Bukan APBN
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan posisi pemerintah terkait kewajiban utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), dengan menegaskan bahwa tanggung jawab penyelesaiannya berada pada Danantara sebagai entitas pengelola aset BUMN. Sikap ini menolak secara tegas penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi beban utang proyek strategis tersebut, sejalan dengan prinsip pemisahan antara fungsi pemerintah dan manajemen korporasi negara.
Purbaya menguraikan mekanisme pembiayaan yang harus ditempuh Danantara, yaitu dengan memanfaatkan alokasi dividen BUMN yang kini dikelolanya. Menurutnya, dengan potensi perolehan dividen tahunan yang mencapai Rp 80 triliun, Danantara memiliki kapasitas finansial untuk mengelola kewajiban tersebut secara mandiri. "Harusnya mereka manage (utang KCJB) dari situ. Jangan kita lagi," tegasnya, merujuk pada kebijakan bahwa dividen BUMN tidak lagi disetor langsung sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara.
Penegasan ini muncul di tengah tekanan finansial signifikan yang dialami KCIC. Berdasarkan laporan keuangan PT KAI sebagai pimpinan konsorsium, entitas PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) tercatat membukukan kerugian sebesar Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024, dan kerugian berlanjut sebesar Rp 1,625 triliun pada semester I-2025. Kerugian operasional ini menggarisbawahi urgensi penyelesaian struktur utang KCIC di level korporasi.
Otoritas Pajak Ungkap Ribuan Wajib Pajak di Balik Tunggakan Rp60 Triliun
Kementerian Keuangan mengklarifikasi bahwa jumlah Wajib Pajak (WP) dengan tunggakan signifikan di balik piutang pajak senilai Rp60 triliun tidak hanya terbatas pada 200 individu prominen yang sebelumnya disorot, melainkan mencapai ribuan. Penegasan ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, yang menyebut penagihan piutang pajak merupakan proses rutin yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) namun seringkali menghadapi kasus yang kompleks.
Yon Arsal memaparkan bahwa lambatnya proses penagihan disebabkan oleh tantangan yuridis yang kompleks. Sesuai amanat Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebuah tunggakan baru dapat ditagih secara paksa setelah melalui serangkaian proses hukum jika WP mengajukan keberatan. Proses ini dapat berlanjut hingga tingkat sengketa di Pengadilan Pajak bahkan kasasi di Mahkamah Agung (MA). "Ini bukan berarti dibiarkan, tapi ada proses, mungkin wajib pajaknya sudah pailit," jelasnya.
Meskipun demikian, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan piutang tersebut. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa dari total target, telah diterima pembayaran sekitar Rp7 triliun. Penagihan secara intensif akan terus dipantau dan diharapkan sebagian besar tunggakan dapat diselesaikan menjelang akhir tahun 2025, dengan eksekusi teknis dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait di bawah supervisi kantor pusat DJP.