Perkembangan terbaru menyoroti paradoks kebijakan fiskal Indonesia: arus investasi yang meningkat justru berjalan bersamaan dengan penurunan penerimaan pajak. Pemerintah diprediksi berpotensi kehilangan hingga Rp1.300 triliun akibat pemberian Tax Holiday dan berbagai insentif serupa. Tekanan ini semakin besar karena daya pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terus melemah, menurut pengamat. Di tengah proses reformasi administrasi, HIPMI meminta agar implementasi Single Profile pajak tidak menambah beban bagi pelaku usaha. Meski begitu, terdapat pula sorotan positif terkait dampak ‘Purbaya Effect’ terhadap perekonomian nasional.
Kebijakan fiskal Indonesia saat ini menghadapi dilema signifikan, di mana Penerimaan pajak terus turun meskipun investasi meningkat. Pengamat menjelaskan bahwa penyebab utama kondisi ini adalah besarnya pemberian insentif fiskal dan lemahnya daya pungut PPN. Diperkirakan, Pemerintah berpotensi kehilangan pajak Rp1.300 triliun akibat Tax Holiday dan insentif lainnya. Angka ini menunjukkan besarnya biaya fiskal yang ditanggung negara demi mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Tantangan fiskal ini diperkuat oleh masalah struktural pada pajak konsumsi. Daya pungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) makin melemah. Pengamat mengungkap tantangan-tantangannya, yang menegaskan adanya isu struktural dalam sistem perpajakan konsumsi Indonesia. Di tengah upaya pemerintah mereformasi administrasi, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta Single Profile pajak hingga bea cukai tidak membebani pengusaha. Permintaan ini bertujuan memastikan bahwa reformasi administrasi tidak menimbulkan biaya kepatuhan yang tinggi bagi dunia usaha.
Meskipun demikian, sektor fiskal menerima sentimen positif dari pasar. Ada sorotan mengenai tuah Purbaya Effect ke perekonomian Indonesia. Sorotan ini mengindikasikan adanya sentimen positif pasar atau perubahan kebijakan yang berdampak signifikan, yang mungkin diharapkan dapat mengatasi isu penurunan penerimaan pajak.
Paradoks antara meningkatnya investasi dengan penurunan penerimaan pajak menyoroti perlunya evaluasi ulang efektivitas Tax Holiday dan insentif fiskal lainnya. Melemahnya daya pungut PPN menjadi sinyal pelemahan konsumsi domestik dan tantangan struktural perpajakan. Sementara reformasi Single Profile disambut baik, permintaan HIPMI menekankan pentingnya implementasi yang ramah bisnis. Di sisi lain, Purbaya Effect memberikan harapan akan adanya perbaikan sentimen ekonomi melalui kepemimpinan yang tegas di sektor fiskal.
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa reformasi perpajakan dan kebijakan dorongan investasi tengah berhadapan dengan dilema besar: besarnya beban fiskal dari insentif (potensi kehilangan Rp1.300 triliun) serta terus melemahnya penerimaan pajak konsumsi. Keberhasilan ke depan sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah menyeimbangkan biaya Tax Holiday dan penyederhanaan administrasi (Single Profile) tanpa menambah tekanan bagi pelaku usaha.