Pajak Internasional adalah cabang ilmu perpajakan yang mengkaji sistem dan aturan perpajakan yang berlaku untuk transaksi dan entitas lintas batas negara. Singkatnya, ini adalah tentang bagaimana suatu negara memajaki pendapatan atau aset yang dimiliki oleh warga negaranya di luar negeri (global income) atau bagaimana suatu negara memajaki pendapatan atau aset yang dihasilkan oleh warga negara lain di dalam wilayahnya (source income).
Mengapa Pajak Internasional Penting?
Globalisasi ekonomi membuat transaksi bisnis dan investasi tidak lagi terbatas pada satu negara. Perusahaan multinasional, investor, dan individu seringkali beroperasi di lebih dari satu yurisdiksi. Kondisi ini memunculkan beberapa masalah utama yang coba diatasi oleh Pajak Internasional, yaitu:
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Pengelakan Pajak (Tax Evasion): Tanpa aturan yang jelas, entitas dapat memindahkan laba atau asetnya ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah (tax haven) untuk menghindari kewajiban pajak.
Pajak Berganda (Double Taxation): Suatu pendapatan bisa dikenakan pajak oleh dua negara atau lebih. Misalnya, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Singapura bisa dikenakan pajak atas gajinya di Singapura, dan juga dikenakan pajak di Indonesia karena Indonesia menganut sistem pajak global income (memajaki seluruh penghasilan, baik dari dalam maupun luar negeri).
Keadilan dan Kesetaraan: Memastikan bahwa setiap entitas membayar bagian pajak yang adil di tempat di mana mereka menghasilkan pendapatan.
Konsep Dasar dalam Pajak Internasional
Berikut adalah beberapa konsep fundamental yang sering digunakan dalam pembahasan Pajak Internasional:
Basis Pemajakan (Basis of Taxation):
Basis Domisili/Kewarganegaraan (Residence/Citizenship Basis): Negara memajaki seluruh penghasilan wajib pajaknya, baik yang diperoleh di dalam maupun di luar negeri. Ini sering disebut sebagai "worldwide income" atau "global income". Contoh: Amerika Serikat dan Indonesia.
Basis Sumber (Source Basis): Negara hanya memajaki penghasilan yang bersumber dari wilayahnya, tanpa memperhatikan domisili atau kewarganegaraan wajib pajak. Contoh: Sebagian besar negara menerapkan ini untuk non-residen.
Metode Penghindaran Pajak Berganda (Methods to Avoid Double Taxation):
Metode Pengecualian (Exemption Method): Negara domisili tidak mengenakan pajak atas penghasilan yang sudah dikenakan pajak di negara sumber. Ini bisa dalam bentuk "full exemption" (pengecualian penuh) atau "exemption with progression" (pengecualian dengan memperhitungkan tarif progresif).
Metode Kredit Pajak (Tax Credit Method): Negara domisili mengenakan pajak atas seluruh penghasilan, namun memberikan kredit (pengurangan) sebesar pajak yang telah dibayar di negara sumber. Ini adalah metode yang umum digunakan, termasuk oleh Indonesia.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty:
Ini adalah perjanjian bilateral antar dua negara untuk menghindari pajak berganda dan mencegah penghindaran pajak.
Fungsi utama P3B adalah:
Menentukan hak pemajakan antara negara domisili dan negara sumber.
Mengurangi tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan pasif seperti dividen, bunga, dan royalti.
Mekanisme pertukaran informasi antar otoritas pajak.
Transfer Pricing:
Ini adalah penentuan harga barang, jasa, atau aset yang ditransfer antar pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (misalnya, anak perusahaan dan kantor pusat).
Masalah muncul ketika harga ini tidak sesuai dengan harga pasar wajar (arm's length principle), yang dapat digunakan untuk menggeser laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah. Otoritas pajak memiliki aturan ketat untuk meninjau transaksi ini.
Peraturan Anti-Penghindaran Pajak (Anti-Avoidance Rules):
CFC (Controlled Foreign Corporation): Aturan yang memajaki laba yang ditahan oleh anak perusahaan di luar negeri (biasanya di negara dengan pajak rendah) seolah-olah laba tersebut telah dibagikan kepada induk perusahaan.
GAAR (General Anti-Avoidance Rule): Aturan umum yang memberi wewenang kepada otoritas pajak untuk mengabaikan suatu transaksi atau skema yang semata-mata dilakukan untuk tujuan penghindaran pajak.
Perkembangan Terbaru dalam Pajak Internasional
Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap Pajak Internasional telah berubah drastis, dipicu oleh proyek-proyek internasional seperti:
Proyek OECD/G20 BEPS (Base Erosion and Profit Shifting): Inisiatif global untuk memerangi penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional yang memanfaatkan celah dalam sistem pajak internasional. BEPS telah menghasilkan 15 tindakan (actions) yang berfokus pada:
Mencegah treaty shopping (penyalahgunaan P3B).
Aturan transfer pricing yang lebih ketat.
Pelaporan antar-negara (Country-by-Country Reporting).
Pillar One dan Pillar Two (dari OECD): Dua pilar yang bertujuan mereformasi aturan perpajakan internasional:
Pillar One: Mengalokasikan hak pemajakan sebagian laba perusahaan multinasional besar ke yurisdiksi pasar di mana mereka menjual produk atau jasa, terlepas dari keberadaan fisik mereka.
Pillar Two: Menetapkan tarif pajak minimum global sebesar 15% untuk perusahaan multinasional. Ini bertujuan untuk mengakhiri persaingan tarif pajak yang menguntungkan yurisdiksi dengan pajak rendah.
Sebagai konsultan pajak, pemahaman mendalam tentang konsep-konsep ini dan perkembangannya adalah kunci untuk memberikan saran yang tepat kepada klien, baik itu perusahaan multinasional yang ingin mematuhi aturan global maupun individu yang memiliki aset atau pendapatan di luar negeri.