Proses penyelesaian sengketa pajak merupakan hak wajib pajak untuk mencari keadilan dan memastikan bahwa penetapan pajak yang dilakukan oleh fiskus telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses ini memiliki tahapan yang jelas dan diatur oleh undang-undang, khususnya Undang-Undang Pengadilan Pajak.
Ini adalah langkah pertama dan merupakan upaya penyelesaian sengketa secara internal di lingkungan DJP. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan jika tidak setuju dengan jumlah pajak yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak (SKP), seperti:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Proses:
Syarat: Wajib pajak harus melampirkan alasan keberatan dan dokumen pendukung yang jelas.
Jangka Waktu: Surat keberatan harus diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal dikirimnya surat ketetapan pajak.
Hasil: DJP akan meneliti dan mempertimbangkan keberatan yang diajukan. Pada akhirnya, DJP akan mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan. Keputusan ini bisa menerima seluruhnya, sebagian, atau menolak keberatan wajib pajak.
Jika wajib pajak masih tidak puas dengan keputusan ini, mereka berhak melanjutkan ke tahap berikutnya.
Tahap Banding adalah upaya hukum yang diajukan oleh wajib pajak ke Pengadilan Pajak, sebuah badan peradilan yang independen dan bukan bagian dari DJP.
Proses:
Syarat: Wajib pajak dapat mengajukan banding jika permohonan keberatannya ditolak atau diterima sebagian oleh DJP.
Jangka Waktu: Permohonan banding harus diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan.
Persidangan: Proses banding melibatkan persidangan di mana wajib pajak dan DJP (sebagai Termohon Banding) akan mempresentasikan argumen, bukti, dan saksi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Hasil: Pengadilan Pajak akan mengeluarkan Putusan Banding. Putusan ini bersifat final dan mengikat bagi kedua belah pihak.
Tahap Gugatan berbeda dari Banding karena tidak terkait dengan jumlah pajak yang terutang, melainkan terkait dengan tindakan administrasi perpajakan yang dilakukan DJP.
Contoh Kasus Gugatan:
Pelaksanaan surat paksa.
Penetapan/penerbitan surat ketetapan pajak yang diterbitkan tanpa melalui prosedur yang benar.
Penyitaan harta wajib pajak.
Blokir rekening bank.
Proses:
Jangka Waktu: Gugatan harus diajukan dalam waktu 30 hari sejak tanggal pelaksanaan tindakan yang digugat.
Hasil: Pengadilan Pajak akan mengeluarkan Putusan Gugatan yang membatalkan atau menguatkan tindakan administratif tersebut.
Ini adalah upaya hukum terakhir dan bersifat luar biasa. Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung untuk meninjau kembali putusan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak.
Syarat:
PK tidak dapat diajukan hanya karena tidak setuju dengan putusan Pengadilan Pajak.
Alasan pengajuan PK sangat terbatas, misalnya: ditemukannya bukti baru (novum), adanya putusan yang saling bertentangan, atau adanya kekhilafan hakim.
Proses:
Jangka Waktu: Permohonan PK harus diajukan dalam waktu 3 bulan sejak putusan Pengadilan Pajak berkekuatan hukum tetap.
Hasil: Mahkamah Agung akan memutuskan apakah akan membatalkan, mengubah, atau menguatkan putusan Pengadilan Pajak. Putusan Mahkamah Agung ini bersifat final dan mengikat.
Proses penyelesaia sengketa pajak sangat kompleks, penuh dengan tenggat waktu yang ketat, serta membutuhkan pemahaman mendalam tentang peraturan dan praktik perpajakan. Sebagai konsultan pajak, kami membantu Anda dalam:
Menganalisis kasus dan menentukan strategi terbaik.
Menyusun surat keberatan atau banding dengan argumen hukum yang kuat.
Mempersiapkan bukti dan dokumen pendukung.
Mewakili Anda dalam persidangan di Pengadilan Pajak.
Memiliki pendampingan profesional sangat krusial untuk meningkatkan peluang keberhasilan Anda dalam memenangkan sengketa dan menghindari kerugian finansial yang tidak perlu.