Secara sederhana, Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai PPN. Siapa pun dapat menjadi pengusaha, baik itu orang pribadi atau badan usaha (seperti PT, CV, atau koperasi) yang memiliki kegiatan usaha, termasuk memproduksi, mengimpor, mengekspor, memperdagangkan, atau menyediakan jasa.
Pada dasarnya, semua pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP merupakan PKP. Namun, untuk memberikan keadilan dan kemudahan administrasi, pemerintah menetapkan batasan bagi pengusaha kecil. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun buku.
Pengusaha yang termasuk dalam kategori ini tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP, sehingga mereka tidak perlu dibebani kewajiban administrasi PPN. Namun, mereka tetap dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Jika mereka memilih menjadi PKP, mereka harus memenuhi semua kewajiban PPN, yaitu memungut, menyetor, dan melaporkan pajak.
Pengusaha yang memiliki omzet melebihi Rp4,8 miliar wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Kewajiban ini harus dilakukan paling lambat pada akhir tahun buku saat omzet mereka melewati batas tersebut.
Proses pengukuhan ini bersifat mandiri (self-assessment), di mana pengusaha sendiri yang melaporkan usahanya ke kantor pajak.
Jika pengusaha tidak memenuhi kewajiban ini, Direktur Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk mengukuhkan mereka sebagai PKP secara paksa (ex officio). Pengukuhan ini dapat berlaku surut hingga 5 tahun ke belakang dan berpotensi menimbulkan tagihan pajak untuk masa pajak sebelumnya.
Sebaliknya, jika omzet PKP yang sudah dikukuhkan turun di bawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun buku, mereka bisa mengajukan permohonan untuk mencabut status PKP-nya.
Secara umum, tempat pengukuhan PKP adalah di kantor pajak yang wilayah kerjanya meliputi:
Jika PKP adalah orang pribadi dan memiliki tempat usaha yang terpisah dari tempat tinggal, ia hanya perlu dikukuhkan di tempat kegiatan usahanya. Sementara itu, untuk PKP berbentuk badan, pengukuhan wajib dilakukan di tempat kedudukannya.
Jika seorang PKP memiliki lebih dari satu tempat usaha, setiap tempat usaha tersebut secara hukum merupakan tempat terutangnya pajak. Namun, untuk mempermudah administrasi, PKP dapat mengajukan pemusatan PPN terutang (sentralisasi). Dengan pemusatan ini, semua kewajiban PPN dari berbagai tempat usaha dapat dikelola dan dilaporkan melalui satu kantor pajak saja, setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.