Periode terkini diwarnai oleh kebijakan fiskal ganda yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam upaya menyeimbangkan antara penerimaan negara dan dorongan terhadap konsumsi domestik. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memperkenalkan pungutan ekspor baru atas biji kakao untuk memperkuat hilirisasi industri, sekaligus memberikan insentif berupa diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tiket pesawat guna menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan ini hadir di tengah tekanan global akibat kenaikan suku bunga The Fed dan meningkatnya optimisme atas terbentuknya perjanjian perdagangan bebas yang baru.
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan fiskal ganda, menyeimbangkan antara upaya peningkatan penerimaan dan stimulus konsumsi domestik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi mengenakan pungutan ekspor untuk biji kakao, dengan tarif mencapai 7,5%. Kebijakan ini bertujuan mendorong hilirisasi produk kakao, sekaligus diharapkan dapat menjadi sumber penerimaan negara baru dari sektor komoditas. Di sisi lain, pemerintah resmi memberikan diskon PPN sebesar 6% untuk tiket pesawat selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Insentif ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat dan mendorong sektor pariwisata domestik.
Kebijakan domestik ini dilaksanakan di tengah tekanan moneter yang signifikan dari eksternal. Suku bunga efektif The Fed naik untuk ketiga kalinya dalam sebulan. Kenaikan ini menjadi indikasi kebijakan moneter yang ketat di Amerika Serikat, yang berpotensi memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah dan menghambat aliran modal asing ke Indonesia.
Meskipun terdapat tekanan moneter, Indonesia mendapatkan kabar baik dari sektor perdagangan internasional. Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antara Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) siap berlaku pada 2026. Kesepakatan ini memproyeksikan ekspor Indonesia akan naik 3 kali lipat, memberikan optimisme bagi kinerja perdagangan internasional dan neraca pembayaran di masa mendatang.
Keputusan Menkeu Purbaya untuk mengenakan pungutan ekspor kakao menegaskan komitmen hilirisasi. Namun, hal ini berpotensi kontradiktif dengan kebijakan diskon PPN tiket pesawat yang bertujuan menjaga daya beli, mencerminkan adanya tekanan ganda pada kebijakan perpajakan untuk menyeimbangkan penerimaan dan stimulus. Tekanan dari eksternal semakin terasa dengan kenaikan suku bunga The Fed untuk ketiga kalinya, menuntut otoritas moneter Indonesia untuk waspada. Kabar baik datang dari perdagangan internasional, di mana berlakunya FTA Indonesia-EAEU pada 2026 diharapkan dapat menggenjot ekspor dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan.
Perkembangan terkini memperlihatkan upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat melalui kebijakan diskon PPN, sembari mencari sumber penerimaan baru dari sektor komoditas melalui pungutan ekspor kakao. Arah kebijakan perpajakan menuju 2026 menegaskan tantangan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan fiskal dan stabilitas ekonomi domestik. Tekanan eksternal akibat kenaikan suku bunga The Fed semakin memperumit situasi, sementara pelaku usaha—khususnya eksportir—perlu mencermati implementasi FTA Indonesia–EAEU 2026 yang berpotensi membuka peluang ekspor baru.