• 27 Nopember 2025 - Pentingnya PBK: Studi Kasus Nyata Kredit Pajak yang Tidak Diakui (Artikel) • 24 Nopember 2025 - “Penegasan Kedudukan Angsuran PPh Pasal 25 dalam Self-Assessment: Tinjauan Formal terhadap PUT-011550.99/2024/PP/M.IXA Tahun 2025” (Artikel) • 24 Nopember 2025 - Dokumen HGU Tak Selalu Bukti, Putusan Ini Batalkan Koreksi Penghasilan Luar Usaha Rp12,7 Miliar! (Artikel) • 24 Nopember 2025 - Utang Pemegang Saham Saat Likuidasi Dianggap Laba? Pengadilan Pajak Batalkan Koreksi Rp. 10 Miliar (Artikel) • 24 Nopember 2025 - Penerimaan Pajak Nasional Menghadapi Puncak Tantangan Akhir Tahun (Berita) • 24 Nopember 2025 - Narasi Berita Nasional: Konsolidasi Kebijakan dan Tantangan Transisi Energi (Berita) • 21 Nopember 2025 - Isu Integritas dan Kepatuhan Perpajakan: Korupsi, Tax Amnesty, dan Kinerja Cukai  (Berita) • 21 Nopember 2025 - Likuiditas Melambat dan Ancaman Keamanan Bisnis: Sorotan Capital Outflow dan Daya Beli (Berita) • 20 Nopember 2025 - Tekanan Fiskal dan Defisit Eksternal Indonesia: Sorotan Lambatnya Belanja Pemerintah dan Investasi Nikel  (Berita) • 19 Nopember 2025 - Sengketa NPWP Cabang vs. NPWP Pusat: Kisah Pajak PPh Final PT BB (Artikel) • 19 Nopember 2025 - Arah Kebijakan Moneter dan Fiskal Indonesia: Antisipasi Ketidakpastian Global dan Penguatan Transaksi Digital (Berita) • 19 Nopember 2025 - Dinamika Fiskal dan Reformasi Hukum: Tantangan Penerimaan Pajak dan Penguatan Iklim Investasi Indonesia (Berita) • 18 Nopember 2025 - Anomali Rupiah dan Under-Invoicing Rugikan Negara; BI Diproyeksikan Tahan Suku Bunga, KUR Flat 6% Dorong UMKM (Berita) • 18 Nopember 2025 - Pajak Karbon Ancam Harga Energi; Pemerintah Perkuat Hukum (Common Law) dan Bea Keluar Batu Bara di Tengah Pajak UMKM 0,5% Permanen (Berita) • 17 Nopember 2025 - Perkembangan Kunci: Peningkatan Penyaluran KUR, Ekspansi Investasi BUMN, dan Kebijakan Energi Strategis (Berita) • 17 Nopember 2025 - Penguatan Penerimaan Negara: Dari Sanksi Internal hingga Senjata Kecerdasan Buatan (Berita) • 16 Nopember 2025 - Kekuatan Bukti Transaksional: Analisis Putusan PT HI atas Pembatalan Koreksi DPP PPN Akibat Ekualisasi dan Uji Arus Kas (Artikel) • 13 Nopember 2025 - Investasi Menguat, Risiko Kehilangan Pajak Rp1.300 T (Berita) • 12 Nopember 2025 - Reformasi Data Pajak, Agenda Strategis BI, dan Regulasi Vape (Berita) • 11 Nopember 2025 - Kalah Bukti, Menang Sebagian: Pelajaran Krusial PERUM B dalam Sengketa PPh 22 Akibat Selisih Data PPN (Artikel) • 11 Nopember 2025 - Biaya Reimbursement Ditolak DJP Tapi Diterima Pengadilan Pajak: Kunci Pembuktian Relevansi Usaha (Artikel) • 11 Nopember 2025 - Pajak Konsumsi Merosot, DJP Siapkan Single Profile dengan Bea Cukai; Penjualan Eceran Diprediksi Naik (Berita) • 10 Nopember 2025 - Reformasi Pajak dan Isu Redenominasi Warnai Optimisme Ekonomi (Berita) • 07 Nopember 2025 - Pajak Kripto Naik, Pemerintah Kaji Cukai Popok di Tengah Desakan Stimulus (Berita) • 06 Nopember 2025 - Pajak Global Sasar E-Money, Daerah Genjot Digitalisasi Pajak (Berita) • 05 Nopember 2025 - Majelis Batalkan Koreksi Rp112 Miliar: Inkonsistensi DJP dalam Menolak Perusahaan Pembanding Dinilai Tidak Berdasar (Artikel) • 05 Nopember 2025 - Sengketa PPN 16 D atas Disposal Fixed Asset (Artikel) • 05 Nopember 2025 - Wajib Pajak Menang Lawan Bea Cukai: Nilai Pabean Kabul Seluruhnya, Bea Masuk Dinyatakan Nihil. Kunci Sukses Mempertahankan Metode Nilai Transaksi. (Artikel) • 05 Nopember 2025 - Pajak Nihil Untuk PBG: Penentuan Subjek Pemotong PPh Pasal 23 Dalam Transaksi Freight Forwarder (Artikel) • 05 Nopember 2025 - Sistem SPPTDLN Disiapkan, Ada Opsi Blokir dan Insentif Pajak (Berita) • 04 Nopember 2025 - Subsidi Tiket Petani & Bahas Tarif Trump, Inflasi RI Menurun (Berita) • 03 Nopember 2025 - PPh Final UMKM Dipermanenkan, Menkeu Siapkan Cukai Rokok Ilegal di Tengah Pergeseran Konsumsi Gen Z (Berita) • 31 Oktober 2025 - Faktur Pajak Terbit Ikut Tanggal BAPPB (Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Barang)? PT FI Kalah Gugatan Sanksi Denda PPN Melawan DJP, Dominasi Lex Generalis UU PPN (Artikel) • 31 Oktober 2025 - Digitalisasi Pajak Daerah dan Proteksi Industri TPT Jadi Fokus Pemerintah (Berita) • 30 Oktober 2025 - BI Luncurkan QRIS Tap-In-Out & Siapkan Rupiah Digital di Tengah Negosiasi AS-RI dan Isu Warung Madura (Berita) • 29 Oktober 2025 - Kaji Ulang PPN & Insentif Pariwisata, Pemerintah Didorong Longgarkan Pinjaman Daerah (Berita) • 28 Oktober 2025 - Fitch Tahan BBB Indonesia, Menkeu Waspadai Dampak PPN dan Isu Bea Cukai (Berita) • 27 Oktober 2025 - Optimisme Pajak Purbaya Diuji, PPh 21 TER Picu Kekacauan (Berita) • 25 Oktober 2025 - Kunci Selamat Subsidiary Company dari Jerat PPh BUT: Bagaimana Fungsi Back Office Anak Perusahaan Asing Membatalkan Jutaan Dolar Koreksi Pajak Berdasarkan Prinsip Arms Length (Artikel) • 24 Oktober 2025 - Kemenkeu Bongkar Modus Pajak Emas, Core Tax Dibenahi di Tengah Tekanan Global (Berita) • 23 Oktober 2025 - "TPD PKKU" Tidak Cukup, PT BTCI Tetap Kalah di Pengadilan Pajak: Sengketa Rp 46 Miliar Ini Buktikan Eksistensi dan Manfaat Jasa Adalah Kunci Utama (Artikel) • 23 Oktober 2025 - DJP Evaluasi PPh 21, Tekan Risiko DHE di Tengah Target 8% (Berita) • 22 Oktober 2025 - PP 43/2025: Pemerintah Tegaskan PBPK dan Standardisasi Laporan Keuangan Menjadi Pijakan Kepatuhan Kooperatif Pelaku Usaha (Artikel) • 22 Oktober 2025 - Kemenkeu Jamin Iuran BPJS Tidak Naik 2026 dan Siapkan AI di Bea Cukai; DJP Ingatkan PPh Final UMKM, BI Klaim DHE Efektif Stabilkan Moneter (Berita) • 21 Oktober 2025 - Menkeu Dihantui Shortfall Pajak di Tengah Optimisme Konsumsi; RI Siapkan Common Law untuk Family Office dan Intelijen LNSW (Berita) • 20 Oktober 2025 - Pajak E-commerce Ditunda Demi Target Ekonomi 6%, di Tengah Kekhawatiran Shortfall Pajak dan Menurunnya Kepatuhan SPT Akibat PHK (Berita) • 17 Oktober 2025 - Menkeu Kenakan Pungutan Ekspor Kakao dan Diskon PPN Tiket; di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed dan Optimisme Ekspor dari FTA Indonesia-EAEU (Berita) • 16 Oktober 2025 - Menkeu Dihadapkan Dilema PPN, di Tengah Potensi Pajak Hilang Rp530 Triliun; Skema Family Office Pajak 0% dan Rendahnya Kepatuhan Korporasi (Berita) • 15 Oktober 2025 - Ekonomi Kuartal III Diprediksi Terendah, Kemenkeu Respons dengan "Lapor Pak Purbaya", Intensifikasi Kepatuhan Pajak, dan Efisiensi Logistik (Berita) • 14 Oktober 2025 - Kekurangan Rp781,6 Triliun: Proyeksi Berat Kemenkeu Tutup Target Pajak di Tengah Defisit APBN 1,56% (Berita) • 14 Oktober 2025 - Kesiapan Coretax di Tengah Ambrolnya Penerimaan Pajak dan Optimisme Investasi Asing (Berita) • 13 Oktober 2025 - Tiga Isu Ekonomi Genting: Dari Utang Kereta Cepat, PNBP Tertekan, Hingga Ancaman Deindustrialisasi (Berita) • 13 Oktober 2025 - Menkeu Perketat Pajak UMKM & Buka Pengaduan di Tengah Isu Family Office Bali (Berita) • 11 Oktober 2025 - Gebrakan Menteri Purbaya: Kejar Tunggakan Pajak Rp60 T, Tolak Bailout Utang KCIC, dan Bidik Modus Akal-akalan PPh Final (Berita) • 11 Oktober 2025 - Tiga Jurus Baru Otoritas Pajak: Sinergi Intelijen Keuangan, Peringatan Keras Bagi Pelaku Usaha "Nakal", dan Perombakan Data Pemilik Manfaat (Berita) • 11 Oktober 2025 - Kewajiban Uji Risiko dan Corresponding Adjustment dalam Sengketa Transfer Pricing Domestik PT MHP (Artikel) • 11 Oktober 2025 - Antara Natura dan Biaya Operasional Wajar: Mempertahankan Deductibility Biaya KITAS, Sewa Kendaraan, dan HTI Fires (Artikel) • 10 Oktober 2025 - Menkeu Jamin Cukai Rokok Stabil, DJP Siapkan Coretax 2026; Pengamat Peringatkan Risiko Mengerek Rasio Pajak Instan (Berita) • 09 Oktober 2025 - Pendapatan Scrap Wajib Masuk Laba Operasi TNMM PT. UMSI (Artikel) • 09 Oktober 2025 - DJP Kumpulkan Rp18 Triliun dari Penunggak Pajak dengan Data PPATK, di Tengah Penundaan Pajak E-commerce dan Tuntutan Hapus Tagih Utang UMKM (Berita) • 08 Oktober 2025 - Sengketa Harga Pokok Penjualan PT AT: Ketika Bukti Akuntansi Tak Cukup Meyakinkan Hakim Pajak (Artikel) • 08 Oktober 2025 - Biaya Usaha "Lainnya" PT AT: Pelajaran Mahal dari Akun "Keranjang Sampah" di Pengadilan Pajak (Artikel) • 08 Oktober 2025 - Kenaikan Pajak Daerah Mengintai dan Gugatan Pesangon PHK ke MK: Kemenko dan Ekonom Desak Perbaikan Tata Kelola di Tengah Pelemahan Konsumsi (Berita) • 07 Oktober 2025 - Data E-Faktur Saja Tidak Cukup: Pengadilan Pajak Batalkan Koreksi PPh 23 Berbasis Data Pihak Ketiga pada Kasus PT PL (Artikel) • 07 Oktober 2025 - Sengketa Perusahaan Pembanding Beda Fungsi, Pengadilan Pajak Membatalkan Koreksi Transfer Pricing DJP (Artikel) • 07 Oktober 2025 - Ancaman Shortfall Pajak di Tengah Rekor Ketidakpastian Ekonomi; Kemenkeu Amankan Penerimaan Lewat Cukai Stabil dan Audit Pajak Berbasis Data (Berita) • 06 Oktober 2025 - Insentif Penjualan Bukan Penghargaan: Pengadilan Pajak Batalkan Koreksi PPh Pasal 23 atas Diskon Volume PT PL (Artikel) • 06 Oktober 2025 - Transaksi Barang atau Jasa? Risiko PPh 23 atas Pengadaan Sticker Label Custom PT PL (Artikel) • 06 Oktober 2025 - Pengawasan Pajak Diperketat di Tengah Ekonomi Tak Pasti (Berita) • 02 Oktober 2025 - Fokus Fiskal pada Investasi dan Pariwisata di Tengah Tantangan Pajak Digital dan Rupiah (Berita) • 01 Oktober 2025 - Dinamika Awal Oktober 2025: Dari Penguatan Dolar dan Kurs Pajak Hingga Kebijakan Insentif Pajak Kendaraan Daerah (Berita) • 30 September 2025 - Strategi Fiskal dan Dinamika Kepatuhan Pajak Menjelang 2026 (Berita) • 29 September 2025 - Menkeu Bekukan Cukai Rokok 2026 dan Pajak E-commerce Sambil Kejar Tunggakan Jumbo (Berita) • 27 September 2025 - Pajak untuk si Super Kaya di Eropa (Artikel) • 26 September 2025 - Respons Krisis Freeport, DJP Perketat Tambang dan Siapkan PPN DTP 100% Properti (Berita) • 25 September 2025 - Rupiah Anjlok Akibat Tekanan Fiskal; Pemerintah Perpanjang Diskon PPN Rumah Sambil Kaji Ulang Cukai Rokok (Berita) • 24 September 2025 - IEU-CEPA Jadi Motor Pertumbuhan Baru di Tengah Risiko Shortfall Pajak (Berita) • 23 September 2025 - Hadapi Defisit Pajak, Pemerintah Prioritaskan Repatriasi Modal dan Reformasi Kualitas DJP (Berita) • 22 September 2025 - Dinamika Fiskal: Penolakan Tax Amnesty, Pengawasan Cukai, dan Tantangan Industri (Berita) • 19 September 2025 - Pemerintah Naikkan Defisit APBN 2026, Siapkan Pajak Warisan dan Kaji Cukai Rokok (Berita) • 18 September 2025 - Respons Ekonomi Pemerintah: BI Pangkas Suku Bunga dan RI Teken Perjanjian Dagang dengan Uni Eropa (Berita) • 17 September 2025 - Revisi Target Ekonomi dan Reformasi Fiskal: Sinyal Awal Kebijakan Pemerintahan Prabowo (Berita) • 15 September 2025 - Pemerintah Yakin Target Pajak Tercapai, Siap Stop Insentif Mobil Listrik & Hadapi Pajak Minimum Global (Berita) • 12 September 2025 - Di Tengah Perlambatan Ekonomi, Pemerintah Pastikan Pajak Minimum Global Terus Berjalan (Berita) • 11 September 2025 - Penerimaan Pajak Anjlok, Pemerintah Siapkan Stimulus dan Beri Insentif Motor Listrik (Berita) • 10 September 2025 - Investasi di KEK Melejit, Pemerintah Tinjau Ulang Pajak GloBE dan Kembangkan ZNT untuk Optimalisasi Pendapatan (Berita) • 09 September 2025 - Respons Pasar atas Reshuffle Kabinet dan Kompleksitas Pajak: Antara Digitalisasi dan Inovasi Daerah (Berita) • 08 September 2025 - Pajak Penghasilan Karyawan Diusulkan Berubah: Antara Pemerataan dan Risiko Diskriminasi Kerja (Berita) • 04 September 2025 - Di Tengah Protes Publik, Pemerintah Jamin Tidak Ada Kenaikan Pajak hingga 2026 (Berita) • 04 September 2025 - Pajak dan Ketimpangan: Mengapa Pajak Kekayaan Dianggap Penting di Tengah Isu Cukai dan Penegakan Hukum (Berita) • 02 September 2025 - Tiga Sisi Pajak Indonesia: Kripto Diperketat, UMKM Menunggu, Legitimasi Dipertanyakan (Berita) • 01 September 2025 - Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter: Menjawab Tantangan Ekonomi Indonesia (Berita) • 01 September 2025 - Gejolak Sosial dan Ancaman Ekonomi: Bagaimana Demonstrasi Memengaruhi Kepercayaan Investor dan Stabilitas Fiskal (Berita) • 29 Agustus 2025 - Di Balik Optimisme Ekonomi: Arus Modal Asing Masuk dan Waspada Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga (Berita) • 27 Agustus 2025 - Dilema Ekonomi RI: Kenaikan Harga Beras dan Beban Utang Bayangi Kesepakatan Dagang AS (Berita) • 26 Agustus 2025 - Pergulatan Ekonomi Nasional: Pemerintah Dorong Properti, Manufaktur Lesu, Daerah Mandiri Fiskal (Berita) • 08 Agustus 2025 - PER-15/PJ/2025: Membedah Aturan Main Baru Pajak untuk Perdagangan Digital di Indonesia (Artikel)
Indonesia Inggris
SUBJECT MATTER EXPERT

Sanksi Administrasi & Pidana

Taxindo Prime Consulting • 23 September 2025

Sanksi Administrasi

1. Tujuan Sanksi Administrasi Pajak

Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sanksi administrasi bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran yang bersifat administratif (bukan tindak pidana) dan umumnya berupa pembayaran sejumlah uang ke kas negara.

2. Jenis-Jenis Sanksi Administrasi

Secara garis besar, sanksi administrasi dalam UU KUP dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sanksi administrasi berupa Denda, Bunga, dan Kenaikan. Adapun ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP).

  • Sanksi Administrasi berupa Denda

Salah satu alasan sanksi denda dapat dikenakan, yakni apabila Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai jangka waktu yang ditentukan (atau batas waktu perpanjangannya). Adapun denda yang dikenakan berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU KUP, adalah sebesar:

    • Rp500.000,00 untuk SPT PPN;
    • Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya; dan
    • Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh badan; serta
    • Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi.

Namun, sanksi-sanksi diatas tidak berlaku terhadap:

    • Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
    • Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
    • Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
    • Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
    • Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    • Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
    • Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
    • Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Selain itu, berdasarkan ketentuan terbaru dalam UU HPP, sanksi denda juga dapat dikenakan pada beberapa situasi berikut ini:

    • Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak membuat atau terlambat membuat faktur pajak, maka dikenakan sanksi denda sebanyak 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) (Pasal 14 ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
    • Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan dan keberatan tersebut ditolak atau dikabulkan sebagian serta tidak mengajukan banding setelah itu, maka dikenakan sanksi denda sebanyak 30% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan (dikurangi pajak yang telah dibayar) (Pasal 25 ayat (9) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
    • Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan permohonan tersebut ditolak atau dikabulkan sebagian, maka dikenakan sanksi denda sebanyak 60% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding (dikurangi pembayaran sebelum keberatan) (Pasal 27 ayat (5d) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
    • Apabila Wajib Pajak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan Putusannya menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, maka dikenakan sanksi denda sebanyak 60% dari jumlah pajak berdasarkan putusan PK (dikurangi pembayaran sebelum keberatan) (Pasal 27 ayat (5f) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
    • Apabila dilakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan (seperti tidak menyampaikan SPT) setelah pemeriksaan bukti permulaan, maka Wajib Pajak dikenakan sanksi denda sebanyak 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar (Pasal 8 ayat (3a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
  • Sanksi Administrasi berupa Bunga

Selanjutnya, terdapat sanksi bunga yang dikenakan berdasarkan tarif per bulan (dihitung penuh satu bulan) atas kekurangan pembayaran pajak, yang diantaranya meliputi:

    • Apabila Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak pada saat jatuh tempo pelunasan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/Tambahan (SKPKB/SKPKBT), Surat Keputusan, atau Putusan Banding, maka dikenakan tarif bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai tanggal pelunasan (Pasal 19 ayat (1) UU KUP);
    • Apabila Wajib Pajak diizinkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, maka dikenakan tarif bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar (Pasal 19 ayat (2) UU KUP);
    • Apabila setelah Wajib Pajak diizinkan menunda pembayaran dan ternyata terdapat kekurangan pembayaran pajak, maka dikenakan tarif bunga sebesar 2% per bulan dari kekurangan pembayaran pajak, yang dihitung dari batas akhir penyampaian SPT Tahunan sampai tanggal pembayaran (Pasal 19 ayat (3) UU KUP).

Lebih lanjut, sejak berlakunya UU HPP ditetapkan bahwa sanksi bunga yang dikenakan terhadap pembayaran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tidak lagi bersifat tetap, melainkan bersifat dinamis. Untuk sanksi bunga ini, besaran tarifnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dihitung berdasarkan rumus:

$$\frac{\text{Suku Bunga Acuan Bank Indonesia} + \text{Uplift Factor (persentase tambahan)}}{12 \text{ bulan}}$$

Perlu dicatat bahwa sanksi bunga dikenakan paling lama 24 bulan (yang dihitung penuh satu bulan). Adapun pelanggaran yang dikenakan sanksi bunga ini, meliputi:

    • Pembetulan SPT Sendiri oleh Wajib Pajak yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar. Tarif bunga dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran (Pasal 8 ayat (2), (2a), dan (2b) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Untuk pelanggaran ini, Uplift factor-nya sebesar 5%, sehingga tarif bunga yang dikenakan dihitung berdasarkan rumus: (suku bunga acuan+5%)÷12

    • Terlambat membayar atau menyetor pajak (setelah tanggal jatuh tempo). Tarif bunga dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran (Pasal 9 ayat (2a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Untuk pelanggaran ini, Uplift factor-nya sebesar 5%, sehingga tarif bunga yang dikenakan dihitung berdasarkan rumus: (suku bunga acuan+5%)÷12

    • Pajak kurang bayar akibat pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT saat pemeriksaan belum selesai. Sanksi bunga yang dikenakan sebesar tarif bunga per bulan dari pajak yang kurang dibayar. Adapun tarif bunga yang dimaksud, dihitung sejak:
      • batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran (untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan); atau
      • jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran (untuk pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Masa) (Pasal 8 ayat (5) dan (5a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Untuk pelanggaran ini, Uplift factor-nya sebesar 10%, sehingga tarif bunga yang dikenakan dihitung berdasarkan rumus: (suku bunga acuan+10%)÷12

    • Pajak kurang bayar berdasarkan hasil Pemeriksaan. Tarif bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak/bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB (Pasal 13 ayat (3b) dan (3c) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Untuk pelanggaran ini, Uplift factor-nya sebesar 15%, sehingga tarif yang dikenakan dihitung berdasarkan rumus: (suku bunga acuan+15%)÷12

    • Pajak kurang bayar karena tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar, yang ditemukan dalam pemeriksaan. Tarif bunga per bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak/Bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (Pasal 13 ayat (2), (5a), dan (2b) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Untuk pelanggaran ini, Uplift factor-nya sebesar 20%, sehingga tarif bunga yang dikenakan dihitung berdasarkan rumus: (suku bunga acuan+20%)÷12

  • Sanksi Administrasi berupa Kenaikan

Terakhir, terdapat sanksi berupa kenaikan atas jumlah pajak yang harus dibayar. Sanksi administrasi ini dikenakan dalam beberapa situasi seperti:

    • Apabila Wajib Pajak merugikan negara karena kealpaannya (yang pertama kali) tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, maka Wajib Pajak dikenakan kenaikan pajak sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar (dimaksudkan agar Wajib Pajak tidak dikenai sanksi pidana) (Pasal 13A UU KUP);
    • Apabila diterbitkan SKPKBT karena ditemukan data baru (novum) yang mengakibatkan kenaikan jumlah pajak yang harus dibayarnya, maka Wajib Pajak dikenakan kenaikan pajak sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut (Pasal 15 ayat (2) UU KUP);
    • Apabila ditemukan kekurangan PPN atau PPnBM dalam pemeriksaan, maka Wajib Pajak dikenakan kenaikan pajak sebesar 75% dari PPN atau PPnBM yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 13 ayat (3) huruf c UU KUP s.t.d.t.d UU HPP);
    • Apabila ditemukan kekurangan PPh (baik yang dipotong atau yang dipungut) yang tidak atau kurang disetor dalam pemeriksaan, maka Wajib Pajak dikenakan kenaikan pajak sebesar 75% dari PPh yang tidak atau kurang disetor (Pasal 13 ayat (3) huruf d UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Sanksi Pidana

Ketentuan mengenai sanksi pidana yang diatur dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tindak pidananya, yaitu atas:

  • Kelalaian;
  • Kesengajaan:
    • Pengulangan Tindak Pidana, atau
    • Percobaan Pidana Perpajakan;
  • Penerbitan dan Penggunaan Bukti Perpajakan Tidak Sah;
  • Pidana terkait Rahasia Jabatan;
  • Pidana terkait Pemberian Keterangan, Bukti atau Data;
  • Pidana terkait Menghalangi Proses Penyidikan; dan
  • Penyertaan Tindak Pidana Perpajakan

1. Tindak Pidana karena Kealpaan (Kelalaian)

Sanksi ini dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak sengaja (karena kealpaannya) melakukan pelanggaran pajak dengan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, sehingga menyebabkan kerugian negara. Apabila Wajib Pajak tersebut pernah melakukan pelanggaran yang serupa sebelumnya (sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13A UU KUP), maka ia dikenakan sanksi:

  • denda sebanyak 1 kali sampai 2 kali dari jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar; atau
  • pidana kurungan 3 bulan sampai 1 tahun (Pasal 38 UU KUP).

2. Tindak Pidana karena Kesengajaan

Sanksi pidana ini diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran untuk menghindari pajak, seperti:

  • Tidak mendaftarkan diri untuk NPWP atau tidak melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  • Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP;
  • Tidak menyampaikan SPT;
  • Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
  • Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
  • Memperlihatkan pembukuan atau dokumen lain yang palsu;
  • Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, atau tidak meminjamkan buku/catatan lain, atau dokumen lain;
  • Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan;
  • Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Atas pelanggaran-pelanggaran di atas, maka Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi pidana penjara 6 bulan sampai 6 tahun, dan denda sebanyak 2 kali sampai 4 kali dari jumlah pajak terutang yang kurang dibayar (Pasal 39 ayat (1) UU KUP).

  • Pengulangan Tindak Pidana

Apabila Wajib Pajak kembali melakukan tindak pidana perpajakan dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun setelah menjalani sanksi tersebut, maka sanksi pidananya ditambahkan satu kali lipat menjadi dua kali lipat. Sanksi pidana yang lebih berat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 39 ayat (3) UU KUP).

  • Percobaan Pidana Perpajakan

Selanjutnya, untuk setiap orang yang melakukan percobaan tindak pidana penyalahgunaan NPWP/PKP atau menyampaikan SPT yang tidak benar dalam rangka restitusi/kompensasi pajak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara 6 bulan sampai 2 tahun, dan denda sebanyak 2 kali sampai 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan (Pasal 39 ayat (3) UU KUP).

3. Penerbitan dan Penggunaan Bukti Perpajakan Tidak Sah

Bukti perpajakan seperti faktur pajak, bukti pemotongan pajak, dan bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau pengurangan pajak terutang. Setiap penyalahgunaan atas bukti-bukti perpajakan tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan PPN dan PPh.

Adapun tindak pidana yang merupakan bentuk penyalahgunaan bukti-bukti perpajakan tersebut, diantaranya adalah:

  • menerbitkan dan/atau menggunakan bukti perpajakan seperti faktur pajak, bukti pemungutan/pemotongan pajak, atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya; atau
  • menerbitkan faktur pajak sebelum dikukuhkan sebagai PKP.

Atas tindakan-tindakan tersebut, dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara 2 tahun sampai 6 tahun, serta denda sebanyak 2 kali sampai 6 kali jumlah pajak yang tercantum di dalam bukti perpajakan yang diterbitkan/digunakannya (Pasal 39A UU KUP).

4. Pidana terkait Rahasia Jabatan

Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan (juga tenaga ahli yang ditunjuk DJP) dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan (Pasal 34 ayat (1) dan (2) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Adapun tindakan yang dimaksud, meliputi:

  • Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
  • data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan;
  • dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
  • dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan (Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.

Meski demikian, ketentuan di atas dikecualikan untuk:

  • pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
  • pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara (Pasal 34 ayat (2a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP).

Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi ketentuan ini dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00. Sedangkan, Pejabat yang sengaja tidak memenuhi atau seseorang yang menyebabkan tidak terpenuhinya ketentuan ini, keduanya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (Pasal 41 ayat (1) dan (2) UU KUP).

Perlu dicatat bahwa penuntutan terhadap tindak pidana ini hanya dapat dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar. Karena sesuai dengan sifatnya yang menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku Wajib Pajak, yang mana alam hukum pidana hal ini sering disebut dengan istilah delik aduan (Pasal 41 ayat (3) UU KUP).

5. Pidana terkait Pemberian Keterangan, Bukti atau Data

Dalam rangka melakukan pemeriksaan dan menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, DJP melalui permintaan tertulis dapat meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan atau bukti dari:

  • Bank;
  • akuntan publik;
  • notaris;
  • konsultan pajak;
  • kantor administrasi; dan/atau
  • pihak ketiga lainnya (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).

Apabila permintaan di atas tidak dipenuhi, maka pihak yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (Pasal 41A UU KUP).

Pada dasarnya, setiap pihak (baik itu instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain) memiliki kewajiban untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP bila diminta. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka pihak yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 41C ayat (1) UU KUP).

Sedangkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban tersebut, atau sengaja tidak memenuhi permintaan DJP dalam rangka menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (Pasal 41C ayat (2) dan (3) UU KUP).

Selain itu, setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan tersebut sehingga menimbulkan kerugian kepada negara, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.

6. Pidana terkait Menghalangi Proses Penyidikan

Tindakan menghalangi atau mempersulit proses penyidikan dapat diartikan sebagai segala tindakan yang menghambat penyidik untuk melaksanakan tugasnya dalam mengungkapkan tindak pidana di bidang perpajakan. Salah satunya, yakni dengan menghalangi penyidik untuk melakukan penggeledahan, atau dengan menyembunyikan bahan bukti yang terkait dengan tindak pidana yang sedang diselidiki oleh penyidik.

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan tersebut, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (Pasal 41B UU KUP).

7. Penyertaan Tindak Pidana Perpajakan

Ketentuan ini ditujukan kepada setiap pihak yang terkait dengan Wajib Pajak (wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain) yang turut serta melakukan tindak pidana bersama Wajib Pajak. Adapun yang dimaksud dengan “turut serta melakukan” adalah segala tindakan yang melibatkan kerja sama untuk melakukan tindak pidana tersebut, sekalipun perannya kecil dan terbatas. Tindakan kerja sama yang dimaksud, dapat berupa:

  • menyuruh melakukan;
  • turut serta melakukan;
  • menganjurkan; atau
  • membantu melakukan.

Sementara itu, tindak pidana yang dimaksud meliputi:

  • Tindak Pidana Kesengajaan (Pasal 39 UU KUP);
  • Penerbitan/Penggunaan Bukti Perpajakan Tidak Sah (Pasal 39A UU KUP);
  • Tidak Memberikan Keterangan, Bukti atau Data yang Diminta (Pasal 41A UU KUP);
  • Menghalangi Proses Penyidikan (Pasal 41B UU KUP).

Atas tindakan pernyertaan ini, diancam dengan sanksi yang sama (sebagaimana yang telah disebutkan di atas) dengan Wajib Pajak berdasarkan tindak pidana yang dilakukan.

Siapa Kami
Taxindo Prime Consulting (TPC) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konsultan pajak, akuntansi, bisnis dan hukum bisnis. TPC memiliki berbagai layanan konsultasi yang dapat memberikan edukasi, saran, serta solusi atas seluruh masalah perpajakan, akuntansi dan bisnis secara objektif, mendalam dan independen.

TPC memiliki berbagai layanan perpajakan, akuntansi dan hukum bisnis yang meliputi antara lain konsultasi pajak domestik, konsultasi pajak internasional, penyusunan dokumentasi transfer pricing, pendampingan pemeriksaan pajak, pendampingan penyelesaian sengketa pajak (litigasi), layanan perencanaan dan manajemen pajak, tax due dilligence, strukturisasi transaksi, layanan tinjauan perpajakan atas rencana transaksi, layanan bea cukai, jasa konsultan bisnis dan akuntansi serta layanan konsultasi hukum.
KANTOR
Mega Plaza Building 12th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C-3 Jakarta 12940

Phone :
+62 21 521 2686
+62 817 001 3303

Email :
info@taxindo.co.id
Copyright © 2025 Taxindo Prime Consulting
Seluruh konten di website ini hanya disajikan untuk tujuan informasi dan edukasi umum. Informasi ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat atau konsultasi perpajakan profesional yang spesifik untuk situasi Anda. Kami sangat menganjurkan Anda untuk menghubungi tim konsultan kami secara langsung guna mendapatkan panduan dan nasihat yang tepat.
Taxindo Prime Consulting
Kalkulator Pajak dan Transfer Pricing
Kalender Pajak
×
Newsletter