Kesalahan pencatatan identitas setoran pajak menjadi titik masuk sengketa antara PT TSP dan DJP terkait PPh Pasal 22 Masa Pajak Juli 2021. Pemeriksa menemukan bahwa nilai pajak yang diklaim sebagai kredit dalam SPT—sebesar Rp3.950.517.891,00—tidak ditemukan dalam basis data MPN atas nama PT TSP. Seluruh setoran dengan nilai identik justru muncul sebagai penyetoran milik PT GBU, sehingga DJP menyimpulkan bahwa PT TSP tidak memiliki hak untuk mengkreditkan setoran tersebut.
Dalam sanggahannya, PT TSP menekankan bahwa perusahaan telah melaksanakan kewajiban memungut dan menyetor pajak. Bukti transfer dari rekening PT TSP, dokumen pembelian batubara, bukti potong, dan rekening koran ditunjukkan untuk mendukung klaim bahwa pembayaran dilakukan oleh mereka sendiri. Menurut PT TSP, permasalahan muncul karena kesalahan pengisian nama pada SSP sehingga identitas setoran tercatat sebagai PT GBU. Atas hal itu, perusahaan sudah mengajukan PBK agar setoran tersebut dialihkan kembali kepada mereka.
Saat menilai berkas, Majelis melihat bahwa inti persoalan terletak pada formalitas pencatatan setoran. Terlepas dari siapa yang mentransfer dana, seluruh bukti resmi dalam sistem MPN menunjukkan nama PT GBU sebagai penyetor. Tidak ada catatan lain atas nama PT TSP untuk nilai yang sama. Karena permohonan PBK belum diterima oleh DJP, Majelis berpendapat bahwa setoran tersebut secara administratif belum dapat dianggap sebagai kredit pajak PT TSP. Majelis menegaskan bahwa syarat pengkreditan menuntut kecocokan identitas, bukan sekadar keberadaan NTPN atau bahwa dana telah masuk ke kas negara.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa seluruh nilai yang dikoreksi DJP—yaitu Rp3.950.517.891,00—memang belum beralih menjadi hak PT TSP selama tidak ada PBK yang disahkan. Majelis juga memberikan ruang bagi PT TSP untuk mengurus PBK ulang sehingga setoran dapat digunakan pada masa pajak berikutnya, tetapi bukan sebagai kredit dalam sengketa ini.
Dengan mempertahankan seluruh koreksi DJP, Majelis menetapkan bahwa pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp5.364.803.296,00, termasuk sanksi bunga. Pada akhirnya, permohonan banding PT TSP ditolak sepenuhnya, mempertegas posisi bahwa kelengkapan administratif merupakan fondasi utama dalam pengakuan kredit pajak PPh Pasal 22.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini