• 14 Oktober 2025 - Kekurangan Rp781,6 Triliun: Proyeksi Berat Kemenkeu Tutup Target Pajak di Tengah Defisit APBN 1,56% • 13 Oktober 2025 - Tiga Isu Ekonomi Genting: Dari Utang Kereta Cepat, PNBP Tertekan, Hingga Ancaman Deindustrialisasi • 11 Oktober 2025 - Gebrakan Menteri Purbaya: Kejar Tunggakan Pajak Rp60 T, Tolak Bailout Utang KCIC, dan Bidik Modus Akal-akalan PPh Final • 11 Oktober 2025 - Menkeu Injak Rem Pajak E-commerce, Fokus Pangkas Anggaran Demi Disiplin Fiskal • 11 Oktober 2025 - Tiga Jurus Baru Otoritas Pajak: Sinergi Intelijen Keuangan, Peringatan Keras Bagi Pelaku Usaha "Nakal", dan Perombakan Data Pemilik Manfaat • 11 Oktober 2025 - Kewajiban Uji Risiko dan Corresponding Adjustment dalam Sengketa Transfer Pricing Domestik PT MHP • 11 Oktober 2025 - Antara Natura dan Biaya Operasional Wajar: Mempertahankan Deductibility Biaya KITAS, Sewa Kendaraan, dan HTI Fires • 10 Oktober 2025 - Menkeu Jamin Cukai Rokok Stabil, DJP Siapkan Coretax 2026; Pengamat Peringatkan Risiko Mengerek Rasio Pajak Instan • 09 Oktober 2025 - Pendapatan Scrap Wajib Masuk Laba Operasi TNMM PT. UMSI • 09 Oktober 2025 - DJP Kumpulkan Rp18 Triliun dari Penunggak Pajak dengan Data PPATK, di Tengah Penundaan Pajak E-commerce dan Tuntutan Hapus Tagih Utang UMKM • 08 Oktober 2025 - Sengketa Harga Pokok Penjualan PT AT: Ketika Bukti Akuntansi Tak Cukup Meyakinkan Hakim Pajak • 08 Oktober 2025 - Biaya Usaha "Lainnya" PT AT: Pelajaran Mahal dari Akun "Keranjang Sampah" di Pengadilan Pajak • 08 Oktober 2025 - Kenaikan Pajak Daerah Mengintai dan Gugatan Pesangon PHK ke MK: Kemenko dan Ekonom Desak Perbaikan Tata Kelola di Tengah Pelemahan Konsumsi • 07 Oktober 2025 - Data E-Faktur Saja Tidak Cukup: Pengadilan Pajak Batalkan Koreksi PPh 23 Berbasis Data Pihak Ketiga pada Kasus PT PL • 07 Oktober 2025 - Sengketa Perusahaan Pembanding Beda Fungsi, Pengadilan Pajak Membatalkan Koreksi Transfer Pricing DJP • 07 Oktober 2025 - Ancaman Shortfall Pajak di Tengah Rekor Ketidakpastian Ekonomi; Kemenkeu Amankan Penerimaan Lewat Cukai Stabil dan Audit Pajak Berbasis Data • 06 Oktober 2025 - Insentif Penjualan Bukan Penghargaan: Pengadilan Pajak Batalkan Koreksi PPh Pasal 23 atas Diskon Volume PT PL • 06 Oktober 2025 - Transaksi Barang atau Jasa? Risiko PPh 23 atas Pengadaan Sticker Label Custom PT PL • 06 Oktober 2025 - Pengawasan Pajak Diperketat di Tengah Ekonomi Tak Pasti • 02 Oktober 2025 - Fokus Fiskal pada Investasi dan Pariwisata di Tengah Tantangan Pajak Digital dan Rupiah • 01 Oktober 2025 - Dinamika Awal Oktober 2025: Dari Penguatan Dolar dan Kurs Pajak Hingga Kebijakan Insentif Pajak Kendaraan Daerah • 30 September 2025 - Strategi Fiskal dan Dinamika Kepatuhan Pajak Menjelang 2026 • 29 September 2025 - Menkeu Bekukan Cukai Rokok 2026 dan Pajak E-commerce Sambil Kejar Tunggakan Jumbo • 27 September 2025 - Pajak untuk si Super Kaya di Eropa • 26 September 2025 - Respons Krisis Freeport, DJP Perketat Tambang dan Siapkan PPN DTP 100% Properti • 25 September 2025 - Rupiah Anjlok Akibat Tekanan Fiskal; Pemerintah Perpanjang Diskon PPN Rumah Sambil Kaji Ulang Cukai Rokok • 24 September 2025 - IEU-CEPA Jadi Motor Pertumbuhan Baru di Tengah Risiko Shortfall Pajak • 23 September 2025 - Hadapi Defisit Pajak, Pemerintah Prioritaskan Repatriasi Modal dan Reformasi Kualitas DJP • 22 September 2025 - Dinamika Fiskal: Penolakan Tax Amnesty, Pengawasan Cukai, dan Tantangan Industri • 19 September 2025 - Pemerintah Naikkan Defisit APBN 2026, Siapkan Pajak Warisan dan Kaji Cukai Rokok • 18 September 2025 - Respons Ekonomi Pemerintah: BI Pangkas Suku Bunga dan RI Teken Perjanjian Dagang dengan Uni Eropa • 17 September 2025 - Revisi Target Ekonomi dan Reformasi Fiskal: Sinyal Awal Kebijakan Pemerintahan Prabowo • 15 September 2025 - Pemerintah Yakin Target Pajak Tercapai, Siap Stop Insentif Mobil Listrik & Hadapi Pajak Minimum Global • 12 September 2025 - Di Tengah Perlambatan Ekonomi, Pemerintah Pastikan Pajak Minimum Global Terus Berjalan • 11 September 2025 - Penerimaan Pajak Anjlok, Pemerintah Siapkan Stimulus dan Beri Insentif Motor Listrik • 10 September 2025 - Investasi di KEK Melejit, Pemerintah Tinjau Ulang Pajak GloBE dan Kembangkan ZNT untuk Optimalisasi Pendapatan • 09 September 2025 - Respons Pasar atas Reshuffle Kabinet dan Kompleksitas Pajak: Antara Digitalisasi dan Inovasi Daerah • 08 September 2025 - Pajak Penghasilan Karyawan Diusulkan Berubah: Antara Pemerataan dan Risiko Diskriminasi Kerja • 04 September 2025 - Di Tengah Protes Publik, Pemerintah Jamin Tidak Ada Kenaikan Pajak hingga 2026 • 04 September 2025 - Pajak dan Ketimpangan: Mengapa Pajak Kekayaan Dianggap Penting di Tengah Isu Cukai dan Penegakan Hukum • 02 September 2025 - Tiga Sisi Pajak Indonesia: Kripto Diperketat, UMKM Menunggu, Legitimasi Dipertanyakan • 01 September 2025 - Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter: Menjawab Tantangan Ekonomi Indonesia • 01 September 2025 - Gejolak Sosial dan Ancaman Ekonomi: Bagaimana Demonstrasi Memengaruhi Kepercayaan Investor dan Stabilitas Fiskal • 29 Agustus 2025 - Di Balik Optimisme Ekonomi: Arus Modal Asing Masuk dan Waspada Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga • 27 Agustus 2025 - Dilema Ekonomi RI: Kenaikan Harga Beras dan Beban Utang Bayangi Kesepakatan Dagang AS • 26 Agustus 2025 - Pergulatan Ekonomi Nasional: Pemerintah Dorong Properti, Manufaktur Lesu, Daerah Mandiri Fiskal • 08 Agustus 2025 - PER-15/PJ/2025: Membedah Aturan Main Baru Pajak untuk Perdagangan Digital di Indonesia
Indonesia Inggris
Beranda Publikasi & Konsultasi Artikel Sengketa Harga Pokok Penjualan PT AT: Ketika Bukti Akuntansi Tak Cukup Meyakinkan Hakim Pajak

Sengketa Harga Pokok Penjualan PT AT: Ketika Bukti Akuntansi Tak Cukup Meyakinkan Hakim Pajak

PUT-000431.15/2021/PP/M.IA Tahun 2025 - 09 Juli 2025
Taxindo Prime Consulting
Rabu, 08 Oktober 2025 | 09:35 WIB

Sengketa Harga Pokok Penjualan PT AT: Ketika Bukti Akuntansi Tak Cukup Meyakinkan Hakim Pajak
Sengketa terkait Harga Pokok Penjualan (HPP) seringkali menjadi cerminan dari perbedaan fundamental antara standar pembuktian akuntansi dan hukum pajak. Kasus banding yang diajukan oleh PT AT atas koreksi HPP sebesar Rp10.270.076.623,00 untuk Tahun Pajak 2017 menjadi sebuah studi kasus yang menyoroti betapa pentingnya kemampuan Wajib Pajak untuk menyajikan bukti yang tidak hanya valid secara akuntansi, tetapi juga meyakinkan secara fiskal.

Sengketa ini berpusat pada pertanyaan krusial: sejauh mana Wajib Pajak harus membuktikan validitas biaya yang menjadi komponen utama dalam penentuan laba usaha?


Inti konflik dalam persidangan ini terletak pada pertarungan standar pembuktian. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai Terbanding mendasarkan koreksinya pada prinsip absolut bahwa beban pembuktian berada di tangan Wajib Pajak. DJP tidak secara langsung menuduh transaksi HPP PT AT fiktif, namun berargumen bahwa Wajib Pajak telah gagal menyajikan audit trail yang solid dan komprehensif. Menurut DJP, dokumen standar seperti faktur dan bukti bayar tidaklah cukup; Wajib Pajak harus mampu menunjukkan hubungan kausalitas yang jelas dan tak terbantahkan antara setiap komponen biaya dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 ayat (1) UU PPh.

Sebaliknya, PT AT membangun pembelaannya di atas fondasi realitas bisnis dan kepatuhan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Perusahaan menegaskan bahwa seluruh biaya yang membentuk HPP adalah pengeluaran yang nyata dan esensial, didukung oleh serangkaian bukti transaksi yang lengkap. Dengan menyajikan dokumen-dokumen tersebut, PT AT merasa telah memenuhi kewajiban pembuktiannya dan memandang tuntutan DJP untuk justifikasi yang lebih mendalam sebagai permintaan yang berlebihan.


Dalam menghadapi dua argumen yang berseberangan ini, Majelis Hakim memposisikan diri sebagai penilai fakta (judex facti) yang cermat dan tidak memihak. Hakim tidak mengambil pendekatan "semua atau tidak sama sekali", melainkan membedah setiap komponen biaya yang disengketakan secara individual. Untuk sebagian biaya, Majelis Hakim berpendapat bahwa bukti yang diajukan PT AT cukup kuat dan meyakinkan untuk membuktikan eksistensi transaksi serta relevansinya dengan kegiatan 3M. Namun, untuk komponen biaya lainnya, Hakim sependapat dengan DJP bahwa Wajib Pajak telah gagal memenuhi beban pembuktiannya karena bukti yang disajikan dinilai lemah atau tidak lengkap. Pendekatan analitis yang parsial inilah yang pada akhirnya melahirkan amar putusan "Mengabulkan Sebagian", sebuah resolusi yang menunjukkan bahwa kebenaran dalam sengketa ini tidak mutlak berada di satu pihak.

Putusan ini memiliki implikasi yang mendalam bagi praktik perpajakan di Indonesia. Kasus ini menegaskan bahwa dalam litigasi pajak, kepatuhan terhadap standar akuntansi bukanlah benteng pertahanan yang cukup. Pengadilan Pajak secara konsisten mencari "pembuktian fiskal", yaitu kemampuan Wajib Pajak untuk menceritakan kisah di balik angka dan membuktikan relevansi ekonomis dari setiap pengeluaran. Hal ini menuntut adanya pergeseran paradigma bagi Wajib Pajak, dari sekadar pengarsipan dokumen pasif menjadi pembangunan sistem dokumentasi yang naratif, justifikatif, dan proaktif.

Sebagai kesimpulan, kasus sengketa HPP PT AT memberikan pelajaran berharga bahwa kemenangan di pengadilan pajak bergantung pada kualitas dan kelengkapan bukti justifikasi, bukan sekadar bukti transaksi. Wajib Pajak direkomendasikan untuk tidak hanya mencatat "apa" dan "berapa" nilai sebuah biaya, tetapi juga secara kontemporer mendokumentasikan "mengapa" biaya tersebut dikeluarkan dan "bagaimana" biaya tersebut berkontribusi pada aliran pendapatan. Dengan demikian, perusahaan dapat membangun benteng pembuktian yang kokoh, jauh sebelum surat pemeriksaan pajak tiba.
 
Analisa komprehensif dan putusan lengkap atas sengketa ini tersedia di sini
13 Oktober 2025 • Taxindo Prime Consulting
PUT-000036.15/2020/PP/M.IIB Tahun 2025 Tanggal 07 Juli 2025
11 Oktober 2025 • Taxindo Prime Consulting
PUT-004077.16/2024/PP/M.XXB Tahun 2025
11 Oktober 2025 • Taxindo Prime Consulting
PUT-004077.16/2024/PP/M.XXB Tahun 2025
11 Oktober 2025 • Taxindo Prime Consulting
PUT-000765.15/2023/PP/M.XIVA Tahun 2024 Tanggal 17 Januari 2024
11 Oktober 2025 • Taxindo Prime Consulting
PUT-000765.15/2023/PP/M.XIVA Tahun 2024 Tanggal 17 Januari 2024
Siapa Kami
Taxindo Prime Consulting (TPC) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konsultan pajak, akuntansi, bisnis dan hukum bisnis. TPC memiliki berbagai layanan konsultasi yang dapat memberikan edukasi, saran, serta solusi atas seluruh masalah perpajakan, akuntansi dan bisnis secara objektif, mendalam dan independen.

TPC memiliki berbagai layanan perpajakan, akuntansi dan hukum bisnis yang meliputi antara lain konsultasi pajak domestik, konsultasi pajak internasional, penyusunan dokumentasi transfer pricing, pendampingan pemeriksaan pajak, pendampingan penyelesaian sengketa pajak (litigasi), layanan perencanaan dan manajemen pajak, tax due dilligence, strukturisasi transaksi, layanan tinjauan perpajakan atas rencana transaksi, layanan bea cukai, jasa konsultan bisnis dan akuntansi serta layanan konsultasi hukum.
KANTOR
Mega Plaza Building 12th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C-3 Jakarta 12940

Phone :
+62 21 521 2686
+62 817 001 3303

Email :
info@taxindo.co.id
Copyright © 2025 Taxindo Prime Consulting
Seluruh konten di website ini hanya disajikan untuk tujuan informasi dan edukasi umum. Informasi ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat atau konsultasi perpajakan profesional yang spesifik untuk situasi Anda. Kami sangat menganjurkan Anda untuk menghubungi tim konsultan kami secara langsung guna mendapatkan panduan dan nasihat yang tepat.
Taxindo Prime Consulting
Kalender Pajak
×
Gabung Newsletter