Di tengah era digitalisasi perpajakan, pemanfaatan data pihak ketiga oleh DJP menjadi semakin intensif. Namun, sebuah putusan penting dalam kasus PT PL memberikan batasan yang jelas: data formal dari sistem, seperti e-faktur, tidak bisa menjadi satu-satunya dasar untuk melakukan koreksi pajak tanpa didukung oleh bukti substansial yang kuat. Kasus ini bermula ketika DJP melakukan koreksi PPh Pasal 23 sebesar Rp2.451.905.463,00 terhadap PT PL.
Konflik dalam sengketa ini berpusat pada bobot alat bukti. DJP mendasarkan seluruh koreksinya pada temuan data e-faktur pembelian di Portal DJP atas nama PT PL, yang dilaporkan oleh pihak ketiga. DJP berargumen bahwa data ini bersifat sahih dan valid karena dilaporkan di bawah kewajiban hukum. Sebaliknya, PT PL dengan tegas menyangkal adanya transaksi tersebut. Mereka membuktikan bantahannya dengan menunjukkan bahwa faktur-faktur tersebut tidak pernah tercatat dalam pembukuan, tidak pernah dibiayakan, dan tidak pernah dikreditkan dalam SPT Masa PPN mereka. Bantahan ini diperkuat dengan surat keterangan dari pihak ketiga yang juga menyatakan tidak ada transaksi.
Dalam sebuah putusan yang krusial, Majelis Hakim mengabulkan banding PT PL. Majelis berpendapat bahwa data e-faktur dari Portal DJP, meskipun merupakan data formal, tidak dapat dianggap sebagai bukti yang kompeten untuk menetapkan adanya objek PPh Pasal 23. Majelis menilai DJP telah gagal membuktikan substansi di balik data formal tersebut. Dengan kata lain, DJP tidak mampu menunjukkan bukti bahwa transaksi jasa yang menjadi dasar penerbitan faktur tersebut benar-benar terjadi dan diterima oleh PT PL.
Putusan ini menjadi preseden penting yang menegaskan bahwa beban pembuktian (burden of proof) tetap berada pada DJP untuk menunjukkan eksistensi sebuah transaksi kena pajak. Data elektronik hanyalah petunjuk awal, bukan bukti final. Bagi Wajib Pajak, ini adalah kemenangan prinsip yang memberikan perlindungan dari potensi koreksi sewenang-wenang yang hanya berbasis pada pencocokan data (data matching). Pelajaran utamanya adalah pentingnya menjaga integritas catatan internal dan proaktif melakukan konfirmasi jika menemukan data eksternal yang tidak sesuai. Rekonsiliasi rutin antara catatan perusahaan dan data di Portal DJP kini menjadi langkah mitigasi yang tidak bisa ditawar.