Perbedaan Laporan Keuangan Komersial (PSAK) dan Laporan Keuangan Fiskal (Ketentuan Perpajakan)
Dalam praktik akuntansi dan perpajakan, sering kali ditemukan perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Perbedaan ini muncul karena adanya dua pedoman yang digunakan secara bersamaan, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan ketentuan perpajakan. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memberikan gambaran tentang aktivitas keuangan perusahaan, tetapi dengan sudut pandang dan kepentingan yang berbeda.
PSAK (Laporan Keuangan Komersial)
PSAK, yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), berfungsi sebagai panduan utama dalam penyusunan laporan keuangan komersial. Tujuannya adalah menyajikan informasi keuangan yang relevan, andal, dan dapat diperbandingkan sehingga mampu menggambarkan kondisi ekonomi perusahaan secara wajar. Fokus utamanya adalah menghasilkan true and fair view atau gambaran yang jujur dan akurat mengenai posisi keuangan. Pengguna laporan ini meliputi investor, kreditur, manajemen, hingga publik. PSAK berpegang pada prinsip substance over form, yang menekankan bahwa hakikat ekonomi suatu transaksi lebih penting daripada bentuk hukumnya. Karena bersifat principle-based, standar ini memberi ruang bagi pertimbangan profesional (professional judgement) dalam menentukan perlakuan akuntansi yang tepat.
Ketentuan Perpajakan (Laporan Keuangan Fiskal)
Sementara itu, ketentuan perpajakan memiliki orientasi yang berbeda. Tujuan utamanya adalah memastikan perhitungan pajak terutang dilakukan secara benar sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Prinsip dasarnya menekankan pada kepastian hukum dan ketertiban administrasi dalam pemungutan pajak. Pihak yang menggunakan laporan ini bukan investor atau manajemen, melainkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai representasi negara. Sistem pajak bersifat rule-based, artinya setiap transaksi harus mengikuti aturan tertulis. Prinsip yang digunakan adalah form over substance, di mana bentuk hukum dari transaksi menjadi acuan utama dalam penentuan perlakuan pajaknya.
Perbedaan Perlakuan dalam Pencatatan dan Pengakuan Transaksi
Perbedaan filosofi antara PSAK dan ketentuan pajak menyebabkan adanya perbedaan perlakuan dalam pencatatan dan pengakuan transaksi. Beberapa di antaranya meliputi:
Pengakuan Biaya
Menurut PSAK, seluruh biaya yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh pendapatan dapat dibebankan sesuai prinsip matching cost against revenue.
Dalam ketentuan pajak, hanya biaya tertentu yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expense).
Contohnya, biaya entertainment, sumbangan, dan pemberian natura kepada karyawan diakui sebagai beban dalam PSAK, tetapi dikecualikan menurut Pasal 9 UU PPh apabila memiliki “Danom” yakni Daftar Nominatif.
Metode Penyusutan Aset
PSAK memberi kebebasan kepada perusahaan untuk memilih metode penyusutan yang paling mencerminkan pola manfaat ekonomis aset, seperti metode garis lurus atau saldo menurun.
Pajak, sebaliknya, menetapkan kelompok aset dan masa manfaatnya secara tegas. Perusahaan wajib mengikuti aturan ini untuk kepentingan perhitungan fiskal, meskipun metode akuntansinya berbeda.
Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Dalam PSAK, perusahaan membentuk cadangan kerugian piutang sebagai bentuk kehati-hatian berdasarkan estimasi risiko.
Dalam pajak, kerugian baru dapat diakui apabila benar-benar tidak tertagih dan telah memenuhi ketentuan administratif yang berlaku.
Perbedaan-perbedaan tersebut membuat laba menurut laporan keuangan komersial tidak dapat langsung digunakan sebagai dasar penghitungan pajak. Untuk menyatukan kedua pendekatan ini, dilakukan proses rekonsiliasi fiskal. Proses ini berfungsi menyesuaikan laporan laba rugi komersial (berdasarkan PSAK) menjadi laporan laba rugi fiskal (berdasarkan peraturan pajak). Melalui rekonsiliasi fiskal, pendapatan dan biaya yang memiliki perlakuan berbeda disesuaikan hingga diperoleh angka Penghasilan Kena Pajak, yang menjadi dasar perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.