Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa PP-BK KSO menyoroti risiko pengkreditan PPN Masukan yang krusial bagi industri konstruksi dan manufaktur. Koreksi DJP didasarkan pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2012, di mana Faktur Pajak Masukan (FPM) dari PT Prima Karya Manunggal (PT PKM) dianggap terlambat 3 bulan akibat perbedaan definisi 'saat penyerahan' BKP barang bergerak.
Dalam kasus ini, PP-BK KSO mengkreditkan PPN Masukan senilai Rp22.309.210 atas pembelian ready mix (beton siap pakai) dari PT PKM. FPM tersebut diterbitkan pada 12 Desember 2017. DJP melakukan koreksi atas PPN Masukan tersebut dengan argumen bahwa FPM diterbitkan terlambat. Menurut DJP, transaksi ini adalah penyerahan BKP barang bergerak. Berdasarkan bukti Nota Pengiriman dan Bon Penerimaan Gudang, penyerahan fisik ready mix telah terjadi pada beberapa tanggal di bulan Agustus 2017. Sesuai PP No. 1 Tahun 2012, FPM seharusnya diterbitkan paling lambat 3 bulan setelah Agustus 2017 (yaitu November 2017), sehingga FPM tertanggal 12 Desember 2017 telah terlambat dan tidak dapat dikreditkan.
PP-BK KSO membantah koreksi tersebut. PP-BK KSO berdalih bahwa 'saat penyerahan' baru terjadi ketika invoice (faktur penjualan) diterbitkan, bukan saat barang diterima fisik. Argumen ini didasarkan pada Pasal 17 ayat (3) huruf a PP No. 1 Tahun 2012. Alasan penagihan baru dapat dilakukan pada 12 Desember 2017 adalah karena harus menunggu hasil uji kualitas beton (slump test) yang memakan waktu 28 hari untuk memastikan spesifikasi BKP telah sesuai.
Majelis Hakim menolak seluruh dalil PP-BK KSO. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan bahwa transaksi ini adalah murni jual beli BKP barang bergerak, bukan jasa pemborongan. Majelis menyatakan bahwa argumen mengenai uji kualitas 28 hari tidak relevan untuk menentukan saat penyerahan BKP secara fiskal. Saat penyerahan BKP telah terbukti terjadi pada Agustus 2017 saat BKP diserahkan secara fisik (sesuai Bon Gudang).
Putusan ini menegaskan bahwa FPM terbukti terlambat lebih dari 3 bulan. Majelis Hakim memutuskan menolak banding atas pos sengketa ini. Kasus ini menjadi preseden penting bahwa administrasi komersial (seperti mekanisme penagihan yang menunggu hasil uji kualitas) tidak dapat mengesampingkan atau menunda saat terutangnya PPN (saat penyerahan BKP) sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini.