Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruh banding PT. FEI atas sengketa PPh Badan Tahun Pajak 2017. Putusan ini menegaskan bahwa temuan selisih yang berasal dari ekualisasi PPh-PPN tidak serta merta membuktikan adanya penghasilan, apalagi jika DJP gagal memenuhi beban pembuktiannya.
Sengketa ini berawal dari koreksi Peredaran Usaha PPh Badan Tahun Pajak 2017 sebesar USD 175.249,00 yang ditetapkan oleh DJP. Koreksi tersebut didasarkan pada hasil pengujian ekualisasi antara data Peredaran Usaha yang dilaporkan dalam SPT PPh Badan dengan data Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang dilaporkan pada SPT Masa PPN.
Dalam proses sengketa, DJP berargumen bahwa selisih tersebut merupakan penghasilan yang belum dilaporkan oleh PT FEI. DJP merinci temuan itu sebagai Penghasilan Komisi (USD 17,00) dan Penghasilan 2018 yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan di SPT PPN 2017 (USD 175.232,00). DJP juga menyoroti adanya perbedaan penjelasan yang disampaikan PT FEI antara tahap keberatan dan tahap banding.
Sebaliknya, PT FEI membantah keras seluruh koreksi tersebut. PT FEI berargumen bahwa selisih yang ditemukan DJP bukanlah merupakan penghasilan. PT FEI berargumen selisih itu murni timbul akibat kesalahan administratif, yang utamanya adalah adanya kelebihan pembuatan Faktur Pajak atau duplikasi (senilai USD 163.310,91), ditambah komponen lain seperti perbedaan waktu pencatatan. PT FEI mengakui bahwa data dan dokumen pendukung baru (termasuk bukti duplikasi faktur) baru ditemukan setelah proses keberatan selesai, sehingga rincian bantahan yang akurat baru dapat disajikan di tingkat banding.
Majelis Hakim memusatkan pertimbangan hukumnya pada aspek pemenuhan beban pembuktian (burden of proof). Majelis merujuk pada ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU KUP, yang menyatakan bahwa DJP hanya dapat melakukan koreksi apabila mendapatkan bukti bahwa SPT yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar. Dalam kasus ini, DJP dinilai telah memindahkan beban pembuktian kepada PT FEI hanya berdasarkan temuan selisih ekualisasi.
Menurut pendapat Majelis Hakim, DJP seharusnya membuktikan terlebih dahulu bahwa selisih ekualisasi tersebut benar-benar merupakan tambahan kemampuan ekonomis atau penghasilan bagi PT FEI, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Majelis Hakim menilai DJP gagal memberikan bukti yang cukup mengenai sumber dan rincian penghasilan tersebut. Sebaliknya, PT FEI dinilai telah berhasil membuktikan—melalui dokumen pendukung yang disajikan di persidangan—bahwa selisih itu timbul murni karena kesalahan administratif (duplikasi faktur) dan perbedaan waktu pencatatan.
Putusan ini menjadi yurisprudensi penting yang mengafirmasi bahwa metode ekualisasi PPh-PPN hanyalah alat uji (tools) kewajaran dan bukan merupakan bukti definitif atas adanya penghasilan yang belum dilaporkan. Kegagalan otoritas pajak dalam membuktikan substansi temuan koreksinya, selain hanya menyodorkan angka selisih ekualisasi, berakibat pada batalnya koreksi tersebut.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Majelis Hakim mengabulkan seluruh banding PT FEI dan membatalkan koreksi Peredaran Usaha sebesar USD 175.249,00. Putusan ini menegaskan supremasi prinsip beban pembuktian pada otoritas pajak sesuai Pasal 12 ayat (3) UU KUP dan menunjukkan krusialnya Wajib Pajak dalam menyimpan dokumentasi yang kuat untuk membantah temuan pemeriksa.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini