Protokol litigasi perpajakan di Indonesia menetapkan batas yang ketat antara jalur upaya hukum Banding dan Permohonan Administratif, sebuah formalitas yang kembali ditegaskan oleh Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-005682.99/2021/PP/M.IIB Tahun 2025. Wajib Pajak, HYT (Wajib Pajak Perorangan), mengajukan gugatan terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor S-453/WPJ.26/2021, yaitu surat yang berisi pengembalian permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dinilai tidak benar sesuai amanat Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Inti dari konflik ini bukanlah materi PPN yang terkoreksi, melainkan status hukum dari surat pengembalian permohonan yang dianggap merugikan dan menutup hak HYT untuk menguji substansi SKP yang diterbitkan.
DJP berargumen bahwa tindakan pengembalian permohonan adalah sah dan sesuai dengan ketentuan formal yang diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8/PMK.03/2013. Regulasi tersebut secara eksplisit membatasi permohonan pembatalan SKP yang tidak benar hanya pada kasus di mana atas SKP tersebut belum pernah diajukan keberatan atau banding. Fakta hukum menunjukkan bahwa SKP PPN Barang dan Jasa yang dipersoalkan telah memiliki Keputusan Keberatan, yang secara otomatis memposisikan SKP tersebut di luar ruang lingkup permohonan Pasal 36 UU KUP. DJP menegaskan bahwa surat pengembalian tersebut hanyalah notifikasi administratif, bukan Keputusan yang dapat digugat.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam pertimbangannya mengambil posisi yang sangat formalistik. Majelis sepakat dengan DJP bahwa Surat Pengembalian Permohonan (S-453/WPJ.26/2021) bukanlah "Keputusan" yang dapat digugat berdasarkan yurisdiksi yang diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP. Selain itu, Majelis memperkuat bahwa HYT telah salah memilih jalur upaya hukum. Mengingat Keputusan Keberatan telah diterbitkan, upaya hukum yang benar adalah Banding. Alhasil, Majelis menyatakan diri tidak berwenang untuk memeriksa pokok sengketa dan menolak gugatan HYT. Putusan ini menjadi peringatan keras bagi setiap Wajib Pajak mengenai pentingnya pemahaman yang mendalam atas hierarki dan syarat formal setiap jalur upaya hukum yang dipilih, di mana kesalahan formal dapat berujung pada hilangnya kesempatan untuk menguji substansi sengketa.