PTALSI, perusahaan manufaktur komponen otomotif yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat, memproduksi leaf spring (pegas daun) untuk kendaraan roda empat dan truk. Produk ini merupakan komponen vital sistem suspensi yang menopang beban dan menjaga stabilitas kendaraan. Sebagai full-fledged manufacturer, PTALSI menjalankan berbagai transaksi dengan pihak afiliasi, termasuk pengadaan bahan baku, jasa manajemen, dan dukungan teknis produksi. Seluruh transaksi tersebut telah dianalisis kewajarannya melalui Transfer Pricing Documentation (TP Doc.) untuk memastikan kesesuaiannya dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
Permasalahan muncul ketika DJP melakukan koreksi penyesuaian fiskal positif sebesar Rp1.237.040.806 untuk Tahun Pajak 2018. Koreksi tersebut mencakup dua hal utama. Pertama, DJP menilai bahwa biaya management fee yang dibayarkan PTALSI kepada pihak afiliasi tidak mencerminkan transaksi yang wajar menurut prinsip Arm’s Length Principle (ALP). Kedua, DJP menolak sebagian besar perusahaan pembanding yang digunakan dalam TP Doc. PTALSI dan menggantinya dengan pembanding versinya sendiri.
PTALSI menegaskan bahwa management fee tersebut merupakan biaya jasa konsultasi dari pihak afiliasi yang secara tidak langsung tetapi nyata mendukung kegiatan operasional dan produksi. Jasa konsultasi ini mencakup fungsi Quality Control (QC) dan Research & Development (R&D), di mana pihak afiliasi memberikan panduan, evaluasi, serta rekomendasi teknis untuk menjaga konsistensi mutu produk dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Meskipun tidak terlibat langsung dalam kegiatan pabrik, dukungan tersebut berkontribusi pada kelancaran operasional dan keberlanjutan usaha PTALSI. Karena itu, biaya yang dibayarkan dinilai memenuhi ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yakni dikeluarkan untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) dan telah dijelaskan secara lengkap dalam Transfer Pricing Documentation (Lokal File) halaman 47–48.
Terkait perusahaan pembanding, PTALSI menggunakan empat perusahaan yang dinilai sebanding secara fungsional dan ekonomi, yaitu (1) CFAC Co., Ltd., (2) GMB Corporation, (3) DWOI Co., Ltd., dan (4) DGJIN Co., Ltd. Seluruhnya bergerak di bidang pembuatan suku cadang dan aksesori kendaraan roda empat serta truk. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Return on Sales (RoS) PTALSI sebesar 4,85% berada di atas rentang interkuartil hasil pembanding, dengan kuartil bawah 1,68%, median 2,53%, dan kuartil atas 3,19%.
Namun, DJP menolak tiga dari empat pembanding versi PTALSI yakni (1) CFAC Co., Ltd., (2) DWOI Co., Ltd., dan (3) DGJIN Co., Ltd. dengan alasan produk yang dihasilkan tidak sebanding. DJP hanya mempertahankan GMB Corporation dan menambahkan empat pembanding lain yang bersumber dari database TP Catalyst Oriana, yaitu (1) A.S Co., Ltd., (2) F.C Co., Ltd., (3) YAP Co., Ltd., dan (4) SBC Co., Ltd. Dengan lima pembanding tersebut, DJP menghitung ulang rentang interkuartil dan memperoleh hasil yang jauh lebih tinggi: kuartil bawah 5,20%, median 6,80%, dan kuartil atas 7,79%. Akibatnya, Return on Sales (RoS) PTALSI sebesar 4,85% dianggap berada di bawah rentang kewajaran versi DJP.
PTALSI menilai DJP memilih pembanding semata-mata berdasarkan tingkat margin keuntungan tanpa memperhatikan kesebandingan fungsi, risiko, dan aset yang dijalankan. Hal ini terlihat dari profil keempat pembanding tambahan versi DJP yang memiliki margin laba relatif tinggi dimana (1) A.S Co., Ltd. sebesar 5,93%, (2) F.C Co., Ltd. sebesar 8,13%, (3) YAP Co., Ltd. sebesar 6,59%, dan (4) SBC Co., Ltd. sebesar 7,67%. Sebaliknya, pembanding versi PTALSI yang ditolak DJP justru beroperasi di bidang yang sejenis namun memiliki margin lebih rendah, yaitu CFAC Co., Ltd. (1,78%), DWOI Co., Ltd. (3,54%), dan DGJIN Co., Ltd. (0,73%).
Lebih lanjut, keempat pembanding tambahan versi DJP berasal dari sektor yang berbeda secara signifikan, seperti:
· A.S Co., Ltd.: bergerak di bidang solusi energi dan memiliki aktivitas R&D yang sangat tinggi;
· F.C Co., Ltd. : fokus pada clutch kendaraan roda dua, bukan mobil atau truk;
· YAP Co., Ltd.: memproduksi sistem bahan bakar dan tangki bahan bakar plastik; dan
· SBC Co., Ltd. : produsen sistem rem (brake system) untuk sepeda motor roda dua.
Perbedaan karakteristik usaha yang mendasar ini, menurut PTALSI, menunjukkan bahwa pembanding versi DJP tidak merepresentasikan fungsi, risiko, dan aset yang dijalankan oleh PTALSI sebagai produsen komponen kendaraan roda empat dan truk.
Setelah menilai seluruh bukti dan argumentasi para pihak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa PTALSI merupakan produsen suku cadang kendaraan roda empat dan truk, sehingga pembanding yang digunakan harus memiliki karakteristik usaha yang serupa secara fungsional maupun ekonomis. Majelis menilai bahwa empat perusahaan pembanding yang digunakan oleh PTALSI telah memenuhi kriteria kesebandingan tersebut. Sebaliknya, empat perusahaan pembanding tambahan versi DJP dinilai tidak sebanding karena berasal dari industri dengan karakteristik yang berbeda seperti energi, sistem bahan bakar, serta komponen aksesoris untuk jenis kendaraan roda dua. Perbedaan mendasar ini menyebabkan hasil analisis DJP menjadi bias dan tidak dapat mencerminkan tingkat laba wajar PTALSI.
Majelis juga menilai bahwa penolakan DJP terhadap tiga pembanding versi PTALSI tidak dapat dibenarkan. Penentuan kesebandingan tidak boleh didasarkan hanya pada tingkat margin, tetapi harus mempertimbangkan kesamaan fungsi, risiko, dan aset (FAR analysis). Oleh karena itu, Majelis berkesimpulan bahwa analisis pembanding PTALSI telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Selain itu, Majelis menilai bahwa analisis atas biaya management fee yang dilakukan PTALSI telah disusun sesuai dengan PKKU. Seluruh dasar pembebanan biaya dijelaskan secara transparan dalam TP Doc Lokal File, disertai uraian fungsi dan manfaat jasa yang diterima dari pihak afiliasi. Hubungan jasa manajemen tersebut juga didukung dokumen kontraktual yang sah, termasuk Memorandum of Understanding (MoU) yang secara eksplisit mengatur ruang lingkup layanan, tanggung jawab para pihak, serta mekanisme pembebanan biaya. MoU tersebut menjadi bukti kuat bahwa jasa manajemen benar-benar diberikan dan memberikan manfaat nyata bagi kegiatan operasional perusahaan, terutama dalam fungsi QC dan R&D. Majelis menilai bahwa keberadaan dokumen kontraktual yang jelas, didukung dengan bukti aktivitas dan manfaat yang terukur, menunjukkan bahwa jasa tersebut nyata.
Lebih lanjut, hasil perhitungan Return on Sales (RoS) versi PTALSI sebesar 4,85% telah terbukti berada di atas rentang interkuartil pembanding final yang relevan secara fungsional, sehingga mencerminkan tingkat profitabilitas yang wajar. Berdasarkan keseluruhan bukti dan argumentasi, Majelis secara tegas membatalkan koreksi DJP dan menyatakan bahwa analisis transfer pricing PTALSI telah disusun serta diterapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Putusan ini menegaskan kembali pentingnya kesebandingan fungsional (functional comparability) dalam analisis transfer pricing. Penggunaan perusahaan pembanding dari industri berbeda atau dengan intensitas R&D yang tidak sepadan dapat menyesatkan hasil analisis kewajaran laba. Bagi DJP, putusan ini menjadi pengingat bahwa akurasi dalam memilih pembanding tidak dapat hanya berfokus pada margin keuntungan, melainkan harus mempertimbangkan kesamaan fungsi, aset, dan risiko (FAR analysis). Sementara bagi Wajib Pajak, putusan ini memperkuat posisi bahwa dokumentasi transfer pricing yang lengkap, kredibel, dan berbasis data empiris merupakan alat pembelaan paling efektif untuk menghadapi koreksi fiskal yang tidak beralasan.
Analisa Lengkap dan Komprehensif atas Sengketa Ini Tersedia di sini