PTSMI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pencampuran minyak pelumas atau LOBP (Lubricant Oil Blending Plant) atas permintaan pihak afiliasi, yaitu PTSI, dan seluruh produksinya hanya ditujukan kepada PTSI. Karakteristik PTSMI adalah sebagai penyedia jasa (service provider) dengan fungsi, risiko, dan aset yang terbatas, sehingga semua biaya baik langsung maupun tidak langsung termasuk alokasi biaya overhead yang timbul dalam penyediaan jasa pencampuran minyak pelumas, sepenuhnya dibebankan kepada pihak afiliasi, PTSI, yang bertindak sebagai distributor penuh.
Lebih lanjut, PTSMI merupakan bagian dari S.H.L Group, dimana setiap entitas Operating Companies dalam S.H.L Group dibebankan biaya atas jasa dan layanan yang disediakan oleh entitas Services Company, sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Dalam hal lini bisnis Hilir, S.I.P Company yang berdomisili di London, Inggris, bertindak sebagai Business Services Company (BSC) bagi seluruh entitas Operating Companies Hilir S.H.L Group, termasuk PTSMI. Dengan demikian, S.I.P Company berfungsi sebagai fasilitator dari model pembagian biaya Hilir sekaligus sebagai penyedia jasa yang memberikan layanan bagi entitas Operating Companies.
Melalui mekanisme Kesepakatan Konstribusi Biaya atau Cost Contribution Arrangements (CCA), para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam S.H.L Group sepakat untuk berbagi kontribusi dan risiko yang terlibat dalam pengembangan bersama, produksi atau perolehan aset tidak berwujud, aset berwujud, atau jasa/layanan dengan pemahaman bahwa aset tidak berwujud, aset berwujud, atau jasa/layanan tersebut memberikan manfaat bagi masing-masing peserta.
Sengketa ini berawal dari Koreksi Fiskal Positif atas PPh Badan Tahun Pajak 2021 yang dilakukan oleh DJP. Koreksi tersebut didasarkan pada pandangan bahwa pembebanan biaya hilir atau downstream cost allocation dalam skema Cost Contribution Arrangement (CCA) yang diberikan oleh S.I.P Company tidak memberikan manfaat ekonomi/komersial bagi PTSMI dan tidak didukung dokumentasi yang memadai untuk membuktikan kewajarannya, sehingga atas biaya hilir atau downstream cost allocation nantinya juga tidak boleh dikurangkan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak PTSMI.
Penilaian DJP turut diperkuat oleh hasil analisis laporan keuangan yang menunjukkan bahwa PTSMI mengalami kerugian berturut-turut sejak tahun 2015. Menurut DJP, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa jasa intragroup yang dibebankan tidak memberikan kontribusi nyata terhadap kinerja keuangan perusahaan. Atas dasar itu, DJP melakukan koreksi positif terhadap laba operasi PTSMI sebesar USD2,211,643,-
Sebaliknya, PTSMI menegaskan bahwa eksistensi dan manfaat yang diterima dari pemberian jasa oleh S.I.P Company berdasarkan CCA Downstream - Business Support Function (BSF) secara faktual dapat dibuktikan, diantaranya sebagai berikut:
(1) BSF – Central Group IT : PTSMI memanfaatkan layanan aplikasi Service Now. Melalui aplikasi ini, karyawan PTSMI dapat mengakses berbagai fungsi IT seperti pembaruan program, penggantian perangkat laptop, serta penanganan kendala teknis secara efisien.
(2) BSF – Enterprise Technology Services & Operations Management : PTSMI memanfaatkan layanan IT Share Point sebagai platform penyimpanan data Finance and Tax. Dengan layanan ini, seluruh data dapat diakses, ditinjau, dan disetujui secara real time oleh pihak terkait, sehingga proses operasional, pelaporan pajak, dan audit dapat berjalan lancar. Melalui dukungan sistem terintegrasi tersebut, PTSMI berpendapat bahwa jasa yang diberikan S.I.P Company memberikan manfaat nyata dan berkontribusi langsung terhadap kelancaran kegiatan usaha.
(3) BSF – Enterprise Technology Services & Operations Management : PTSMI memanfaatkan layanan aplikasi Network Connectivity Services seperti Remote Access Global Protect and Cloud yang memungkinkan karyawan PTSMI untuk mengakses seluruh sistem perusahaan secara aman dari mana pun mereka berada, sehingga koordinasi antarbagian dapat berjalan tanpa hambatan.
(4) BSF – Group IT Transformation : PTSMI memanfaatkan layanan Information Risk Management untuk memastikan keamanan informasi dan kerahasiaan data perusahaan, serta membatasi akses dari pihak luar yang tidak berwenang.
(5) BSF – P&T Contracting & Procurement: PTSMI menggunakan sistem Procurement SHARP untuk proses pengadaan barang dan jasa guna memastikan validitas kontrak dengan seluruh vendor.
(6) BSF – Human Resources : PTSMI memperoleh layanan Talent Advisory & Support untuk mengoordinasikan kebijakan terkait sumber daya manusia, mencakup perencanaan, pengembangan keterampilan, dan karier karyawan agar selaras dengan kebutuhan & kondisi bisnis S.H.L Group.
(7) BSF – Legal : PTSMI memperoleh dukungan dari Tim Global Litigation Strategy & Coordination yang memberikan bantuan dan arahan terkait pengelolaan eDiscovery untuk keperluan litigasi, kepatuhan terhadap peraturan, serta proses investigasi lainnya.
Seluruh jasa dan layanan yang diberikan oleh S.I.P Company sebagaimana telah diuraikan di atas bersifat nyata dan memberikan manfaat langsung bagi kegiatan operasional perusahaan, khususnya dalam aspek manajemen, dukungan teknis, dan fungsi administratif yang tidak dapat dilakukan secara internal oleh PTSMI. Adapun rincian transaksi atas pembebanan biaya hilir yang ditagihkan oleh S.I.P Company kepada PTSMI ditagihkan sebanyak 16 kali selama tahun 2021, masing-masing melalui 4 invoice pada bulan Februari 2021, 4 invoice pada bulan Mei 2021, 4 invoice pada bulan Agustus 2021, dan 4 invoice pada bulan November 2021.
Oleh karena itu, pembebanan biaya tersebut dinilai telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dalam kerangka Cost Contribution Arrangement (CCA), sebagaimana dijelaskan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines paragraph 8.3, menegaskan bahwa setiap peserta Cost Contribution Arrangement (CCA) harus menanggung biaya dan risiko sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari hasil kegiatan bersama tersebut.
Sebagai tambahan, PTSMI mengutip Paragraph B.2.8 United Nations Transfer Pricing Manual (UN TP Manual) tahun 2013 yang menjelaskan bahwa, dalam konteks intra-group services, pembuktian kewajaran transaksi perlu didukung oleh dokumentasi yang menunjukkan penerimaan nyata atas jasa yang diberikan. Salah satu bentuk dokumentasi yang diakui adalah sertifikat dari akuntan independen yang menerangkan metode alokasi biaya serta keabsahan biaya yang dibebankan kepada masing-masing entitas penerima manfaat. Dalam hal ini, karena biaya yang dibebankan berasal dari entitas luar negeri , S.I.P Company yang berdomisili di London, Inggris, proses audit dan verifikasi dilakukan oleh akuntan publik independen di Inggris. Lebih lanjut, Sertifikat Agreed-Upon Procedures atau AUP yang diterbitkan oleh pihak akuntan publik S.I.P Company menjadi bukti objektif yang memperkuat bahwa alokasi biaya hilir telah dilakukan secara wajar serta mencerminkan adanya manfaat nyata bagi PTSMI.
Setelah menilai seluruh bukti dan argumentasi dari kedua belah pihak, Majelis menegaskan bahwa alasan dan argumentasi DJP tidak benar, tidak tepat, tidak lengkap, serta bersifat parsial. Majelis menilai bahwa kemanfaatan jasa intragroup dalam suatu kelompok usaha tidak semata-mata, dan tidak selalu, dapat diukur dari peningkatan penjualan atau laba perusahaan. Manfaat tersebut dapat pula diwujudkan dalam bentuk efisiensi biaya operasional, penghematan biaya pada tingkat grup, peningkatan kualitas manajemen, maupun perluasan pangsa pasar.
Majelis juga berpendapat bahwa jenis jasa-jasa yang diterima oleh PTSMI merupakan jasa yang lazim dibutuhkan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan karena dalam struktur organisasi PTSMI tidak terdapat divisi IT, Contracting & Procurement, Human Resources, Finance, dan Legal sehingga pembebanan jasa-jasa tersebut terbukti memberikan manfaat langsung bagi kelangsungan usaha PTSMI.
Selama persidangan, PTSMI berhasil menunjukkan bukti konkret bahwa jasa-jasa yang dialokasikan melalui Cost Contribution Arrangement (CCA) memang diperlukan secara substansial, khususnya dalam fungsi-fungsi seperti Finance and Accounting Transactions, Contracting & Procurement, Human Resources, Information Technology, Legal, Strategy & Portfolio, serta dukungan administratif lainnya yang tidak dijalankan secara internal.
Dengan mempertimbangkan seluruh fakta tersebut, Majelis menyimpulkan bahwa alasan penolakan DJP tidak dapat dipertahankan dan mengabulkan seluruh permohonan banding PTSMI serta membatalkan koreksi positif sebesar USD 2,211,643. Putusan ini menegaskan pentingnya pemahaman yang proporsional dalam konteks transaksi jasa intra-group. Majelis menilai bahwa kebermanfaatan tidak selalu harus tampak dalam bentuk laba langsung, melainkan harus dianalisis berdasarkan relevansi ekonomi dan kebutuhan operasional yang nyata bagi entitas penerima manfaat. Sementara bagi Wajib Pajak, kemenangan PTSMI menunjukkan pentingnya memiliki Transfer Pricing Documentation (TP Doc.) yang komprehensif, kredibel, dan berbasis bukti empiris sebagai alat pembuktian objektif bahwa metode dan pembebanan biaya telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Analisa komprehensif dan putusan lengkap atas sengketa ini tersedia di sini