Kementerian Keuangan secara resmi menepis adanya penetapan batas waktu penundaan implementasi skema baru pemungutan pajak bagi pedagang e-commerce hingga Februari 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37/2025 akan ditunda tanpa batas waktu yang ditentukan, dan baru akan dipertimbangkan kembali setelah pertumbuhan ekonomi nasional mencapai level 6% atau lebih. Pernyataan ini sekaligus mengklarifikasi informasi sebelumnya yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kebijakan penundaan ini diambil dengan prioritas utama untuk memulihkan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat. Pemerintah menegaskan tidak akan memberlakukan beban pajak baru sebelum stimulus fiskal yang telah digelontorkan sepenuhnya berdampak pada sistem perekonomian. "Kalau ekonominya tumbuh 6% atau lebih, baru saya pertimbangkan. Jadi menterinya saya," kata Purbaya, menegaskan otoritasnya dalam keputusan strategis ini.
Sebagai konteks, PMK No. 37/2025 mengatur skema pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dengan tarif 0,5% dari omzet bruto pedagang di lokapasar daring. Berdasarkan regulasi tersebut, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) ditunjuk sebagai pihak pemungut. Tujuan utama dari regulasi ini bukanlah untuk peningkatan penerimaan negara secara signifikan, melainkan sebagai instrumen untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan memberikan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, akan menerapkan kebijakan efisiensi belanja negara secara ketat sebagai strategi untuk mengendalikan penerbitan utang baru. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan komitmen untuk memprioritaskan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada program-program yang produktif dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pembiayaan utang.
Langkah efisiensi ini akan menyasar program-program yang dinilai tidak efisien dan boros tanpa memotong program prioritas pemerintah. "Saya memotong program-program yang tidak efisien, yang hanya memboroskan uang negara yang sebagian tadi diperoleh dari utang. Jadi akan kita menciptakan belanja yang lebih bertanggung jawab ke depan," tegas Purbaya. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan disiplin fiskal dan memastikan setiap pembiayaan yang berasal dari utang menghasilkan dampak ekonomi yang sepadan.
Meskipun kebijakan ini diterapkan, pemerintah menegaskan bahwa kondisi utang saat ini berada dalam level aman. Per Juni 2025, total utang pemerintah tercatat sebesar Rp9.138,05 triliun dengan rasio utang terhadap PDB berada di level 39.86%. Angka rasio ini diklaim masih moderat dan berada di bawah ambang batas aman sesuai standar internasional, serta lebih rendah dibandingkan negara-negara G20 lainnya.