Kebijakan fiskal terbaru menyoroti langkah Menteri Keuangan dalam memperkuat penerimaan melalui pajak komoditas sekaligus memberikan insentif restrukturisasi bagi BUMN. Ia membatalkan rencana penerapan cukai minuman berpemanis (MBDK) yang sebelumnya dirancang berlaku pada 2026, namun memastikan pengenaan Bea Keluar atas batu bara dan emas dengan target potensi penerimaan mencapai Rp23 triliun. Sebagai bagian dari strategi reformasi, Purbaya juga menyiapkan fasilitas keringanan pajak untuk aksi korporasi BUMN hingga tiga tahun ke depan, mencerminkan keseimbangan antara perlindungan daya beli dan optimalisasi penerimaan negara.
Menkeu memutuskan untuk membatalkan implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang sedianya berlaku mulai 2026. Pembatalan ini dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan situasi ekonomi. Meskipun potensi penerimaan dari cukai ini hilang, Menkeu menargetkan potensi penerimaan sebesar Rp23 triliun dari pengenaan Bea Keluar (BK) atas emas dan batu bara.
Terkait penerimaan dari komoditas, batu bara dipastikan akan dikenakan pungutan Bea Keluar (BK) dengan tarif maksimal 5% yang efektif berlaku mulai 2026. Keputusan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan fiskal dan mengurangi subsidi bagi pengusaha batu bara. Tidak hanya Bea Keluar, Menkeu juga akan memperketat pemeriksaan terhadap ekspor komoditas. Langkah pengetatan ini bertujuan untuk mencegah praktik under-invoicing dan kebocoran penerimaan negara.
Di sisi lain, untuk mendorong konsolidasi dan efisiensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menkeu memberikan keringanan pajak bagi aksi korporasi BUMN (seperti merger dan akuisisi) yang berlaku selama 3 tahun ke depan. Insentif ini diharapkan dapat mendorong konsolidasi dan efisiensi BUMN sebagai bagian dari reformasi korporasi nasional.
Keputusan hari ini memiliki implikasi signifikan pada penerimaan negara dan iklim bisnis. Pembatalan cukai minuman manis berimplikasi pada proteksi daya beli masyarakat, namun menghilangkan potensi penerimaan yang sebelumnya direncanakan. Sebaliknya, pengenaan BK emas dan batu bara dengan target Rp23 triliun mengindikasikan potensi extra-revenue yang besar mulai 2026, yang didukung oleh pengetatan pemeriksaan ekspor untuk meminimalkan kebocoran. Selain itu, keringanan pajak 3 tahun untuk aksi korporasi BUMN memberikan katalis yang kuat untuk transformasi BUMN, menunjukkan fokus pemerintah pada efisiensi korporasi sebagai bagian dari strategi ekonomi jangka panjang.
Secara keseluruhan, Menkeu menjalankan kebijakan fiskal yang pragmatis dan strategis: mengorbankan potensi cukai MBDK demi menjaga daya beli, namun secara agresif mencari penerimaan baru dari Bea Keluar komoditas emas dan batu bara dengan target Rp23 triliun. Di saat yang sama, pemberian keringanan pajak untuk aksi korporasi BUMN menegaskan komitmen pemerintah pada reformasi BUMN. Fokus ganda ini bertujuan untuk menjaga stabilitas fiskal sambil mendorong efisiensi korporasi nasional menjelang 2026.